Lima tahun itu ternyata lama sekali.
Lima tahun itu ternyata membuatku melewati banyak sekali hal.
Lewat album foto di hpku, aku menyaksikan banyak sekali episode hidup.
Keluargaku, teman-temanku, tempat yang pernah aku kunjungi, juga diriku sendiri.
Lima tahun lalu, pertama kali aku memutuskan merantau.
Meninggalkan seluruh kehidupan yang kujalani sedari aku lahir.
Aku meninggalkan semuanya, juga ibu, bapak, adik, kaka dan rumahku.
Aku masih mengingat bagaimana aku melangkahkan kaki pertama kali meninggalkan kampungku, diantar ibu, adik, keponakanku, dan sahabatku ria.
Aku berat hati, kupendam tangisku hingga pecah dijalan.
Tapi aku tetap keras kepala, berjalan, dan membiarkan keluargaku menyaksikan pundakku, perlahan menjauh.
Terjadi banyak sekali hal semenjak aku pergi, semuanya berubah. Rumahku juga.
Di tahun pertama, aku terus melihat ibu ku yang pipinya gemuk, badannya besar, kulitnya putih mulus, rambutnya yang panjang,dan jalannya yang lincah, meski hanya sebatas video call.
Disana, aku juga melihat bapakku yang sangat sehat. Suaranya lantang, senyumnya yang terus merekah, ceritanya yang tak pernah habis.
Aku sering sekali melihat mereka duduk di kursi ruang tamu, bertiga dengan adikku, sesekali juga ada kakak dan keponakanku.
Aku menyaksikan itu hingga di tahun ketiga. Sampai suatu hari, kabar paling menyakitkan sepanjang sejarah hidupku pun akhirnya tiba.
Pukul 03.00 wita, waktu yang katanya penuh dengan kabar buruk itu, mendatangiku.
Ayahku, dia pergi untuk selamanya.
Saat itu, seluruh tubuhku langsung runtuh, tulangku remuk, rasanya aliran darahku pun ikut berhenti. Aku menerimanya, menerima kabar itu, sendiri.
Aku menangis sejadi-jadinya, sendiri. Jauh di perantauan.
Aku hanya bisa pulang, dan mengajak Tuhan untuk bertukar.
Sepanjang perjalanan, aku terus berbicara dengan-Nya di kepalaku, "Tuhan, bolehkah aku saja? Kumohon jangan bapakku, ibuku sendirian Tuhan, dan adikku masih kecil, tolong Tuhan, aku sedang dilangit, bukankah aku dekat dengan-Mu? Bukankan ini seharusnya sampai?,"
Aku masih terus merasakan itu bahkan hingga dua tahun berlalu.
Aku takut sekali saat belum tidur di pukul 03.00 dini hari. Aku takut sekali ketika hpku berbunyi di jam itu. Aku takut dengan kejadiannya, meski itu adalah sesuatu yang pasti.
Setiap kali mengingatnya, percayalah rasanya masih sama. Ada luka besar yang menganga, letaknya didada. Sakitnya terus ada, sakit sekali.
