Rabu, 28 Mei 2025

Bapak

 

Lima tahun itu ternyata lama sekali.
Lima tahun itu ternyata membuatku melewati banyak sekali hal.


Lewat album foto di hpku, aku menyaksikan banyak sekali episode hidup.


Keluargaku, teman-temanku, tempat yang pernah aku kunjungi, juga diriku sendiri.


Lima tahun lalu, pertama kali aku memutuskan merantau. 

Meninggalkan seluruh kehidupan yang kujalani sedari aku lahir.

Aku meninggalkan semuanya, juga ibu, bapak, adik, kaka dan rumahku.


Aku masih mengingat bagaimana aku melangkahkan kaki pertama kali meninggalkan kampungku, diantar ibu, adik, keponakanku, dan sahabatku ria.


Aku berat hati, kupendam tangisku hingga pecah dijalan.


Tapi aku tetap keras kepala, berjalan, dan membiarkan keluargaku menyaksikan pundakku, perlahan menjauh.


Terjadi banyak sekali hal semenjak aku pergi, semuanya berubah. Rumahku juga.


Di tahun pertama, aku terus melihat ibu ku yang pipinya gemuk, badannya besar, kulitnya putih mulus, rambutnya yang panjang,dan jalannya yang lincah, meski hanya sebatas video call.

Disana, aku juga melihat bapakku yang sangat sehat. Suaranya lantang, senyumnya yang terus merekah, ceritanya yang tak pernah habis.


Aku sering sekali melihat mereka duduk di kursi ruang tamu, bertiga dengan adikku, sesekali juga ada kakak dan keponakanku.


Aku menyaksikan itu hingga di tahun ketiga. Sampai suatu hari, kabar paling menyakitkan sepanjang sejarah hidupku pun akhirnya tiba.


Pukul 03.00 wita, waktu yang katanya penuh dengan kabar buruk itu, mendatangiku.


Ayahku, dia pergi untuk selamanya.


Saat itu, seluruh tubuhku langsung runtuh, tulangku remuk, rasanya aliran darahku pun ikut berhenti. Aku menerimanya, menerima kabar itu, sendiri.


Aku menangis sejadi-jadinya, sendiri. Jauh di perantauan.


Aku hanya bisa pulang, dan mengajak Tuhan untuk bertukar. 

Sepanjang perjalanan, aku terus berbicara dengan-Nya di kepalaku, "Tuhan, bolehkah aku saja? Kumohon jangan bapakku, ibuku sendirian Tuhan, dan adikku masih kecil, tolong Tuhan, aku sedang dilangit, bukankah aku dekat dengan-Mu? Bukankan ini seharusnya sampai?,"

Aku masih terus merasakan itu bahkan hingga dua tahun berlalu.


Aku takut sekali saat belum tidur di pukul 03.00 dini hari. Aku takut sekali ketika hpku berbunyi di jam itu. Aku takut dengan kejadiannya, meski itu adalah sesuatu yang pasti.

Setiap kali mengingatnya, percayalah rasanya masih sama. Ada luka besar yang menganga, letaknya didada. Sakitnya terus ada, sakit sekali.






Selasa, 04 Juni 2024

Nomor

Aku selalu ingin tau sebenarnya aku urutan ke berapa dalam kehidupan ini. 

Dalam hidup ibuku sudah pasti aku nomor satu, sejajar dengan saudaraku, begitupula dengan hidup ayahku.

Dalam hidup saudaraku, mungkin aku nomor kedua atau nomor ketiga, setelah orang tuaku, juga setelah keluarga baru mereka.

Lalu di hidupku, ada adalah nomor kesekian. Padahal aku selalu berdalih aku mementingkan diriku sendiri diatas apapun.

Bagaimana dengan hidup orang yang juga kucintai dan "mengaku" mencintaiku?

Aku penasaran selama beberapa waktu, dan memilih meredam sambil mengetes situasinya.

Kutemui satu hipotesa, jika di hidup orang lain begitu juga dengan orang yang kucintai ada lima kotak.

Pertama kelurganya, kedua pekerjaannya, ketiga teman-temannya, lalu keempat dirinya sendiri. 

Maka kotak kelima bisa saja adalah ruang untuk diriku, ternyata, selain paling belakang, ruangan itu sesungguhnya tidak pernah ada. Aku hanya menciptakan pikiran semu.

Bukti-bukti dalam kepalaku akhirnya menumpuk terhubung satu sama lain. 

Sebenarnya, apakah yang selama ini dilalui pernah sedikit mengarah pada mauku? Tidak rasanya.

Bahkan pertemuan singkat pun tak akan pernah ada jika hanya berdasar pada permintaanku.

Segala sesuatu yang terjadi, selamanya berdasar pada suasana hati satu pihak. 

Entah dilakukan karena merasa bersalah, dan hanya ingin agar perasaannya membaik setelahnya.

Atau hanya ia berlaku sebagai selayaknya manusia yang berbuat baik kepada sesamanya.

Tidak satu hal pun yang benar-benar dilakukan, semata-semata karena adanya "aku".


Kamis, 21 Maret 2024

Maret

Andai bisa melewati satu hari di setiap Maret, 

Satu hari terakhir di bulan Maret,

Tepat dihari ulang tahun.

Kupikir yang menyakitkan saat memasuki ramadan, aku lupa bahwa ramadan kali ini bersamaan dengan ulang tahun.

Sakitnya combo, ada yang benar-benar hilang dan dengan cara apapun tidak akan pernah kembali.

Rasanya dihari itu aku ingin menyetel ingatan, hanya mengingat semua kenangan saat masih lengkap, berkumpul diruang tamu, dengan hidangan nasi tumpeng buatan ibu. Setelah magrib beberapa keluarga akan datang dan berbasa-basi, "sudah ulang tahun ke berapa?,"

Hidup setelah kehilangan tentu tidak akan sama. Setiap kali ada yang menyakiti, rasa sakitnya dua kali bahkan tiga kali lipat. 

Tidak hanya pada fisik, tetap juga pada hati.

Tidak heran jika orang yang kehilangan pijakan, biasanya memasang tameng "jangan jahat-jahat sama aku, soalnya aku yatim,"


Aku terluka di betis, awalnya hanya gatal biasa tapi kugaruk sampai memerah, dikasi minyak kayu putih juga gatalnya sembuh biasanya, tapi aku menangisinya semalaman.

Andai gatal-gatal ini bisa kuceritakan, pasti ada saja celetukannya yang mengundang tawa. Bukannya khawatir, lukanya malah jadi terlupakan setelah bicara dengannya.

Pagi ini, 9 hari menuju ulang tahun. Hujan menyambut pagi Penajam.

Hujannya diluar rumah, tapi pipi ikut basah. Habis sahur biasanya tidur, tapi kerinduan lagi-lagi mengalahkan kantuk.

Bersama turunnya hujan, selalu ada keinginan tak masuk akal, bagaimana bisa melangkahi 31 maret itu?

Ulang tahun bukan sesuatu yang penting juga buatku, tapi tiba-tiba jadi sangat menyakitkan setelah menyadari, bahwa tahun ini, untuk pertama kalinya aku tak melewatinya bersama cinta pertama.

🥀

Jumat, 08 Maret 2024

Rindu

Sebenarnya, aku adalah orang yang dipenuhi luka.

Tak ada bagian tubuhku yang luput dari luka-luka itu.

Lukanya semakin perih saat malam hari menjelang tidur.

Aku sendirian, dan rasanya sakit sekali. Luka itu bermula, saat aku kehilangan bapak tahun lalu.

Waktu terus berjalan, lukanya bukannya sembuh, malah semakin perih memasuki Ramadan.

Aku kesepian, sejak bapak tidak ada. Aku mudah sekali marah, saat bapak sudah tidak ada. Aku mudah menangis sejak bapak pergi, rasanya kepalaku penuh dengan stok cerita untuk bapak.

Tidak hanya saat Ramadan, ada satu waktu lagi yang rasanya tidak ingin kulewati pasca kepergian bapak, yakni ulang tahun. 

Bulan ini akan jadi momok menyakitkan lainnya. Aku kehilangan satu ucapan, satu doa dan satu telepon di hari itu.

Dan ingin sekali rasanya melewati satu hari itu, Maret di 31.

Aku merindukan gelak tawanya diujung telepon, dan rasanya sakit sekali.

Rabu, 06 Maret 2024

Untuk Banyak Kebaikan

 Untuk si baik hati yang sebulan ini memberiku banyak sekali cinta.

Terimakasih banyak untuk mu. Entah kebaikan apa yang pernah kulakukan dimasa lalu sampai Tuhan membalasnya dengan dirimu.

Rasanya setiap waktu yang dihabiskan bersamamu adalah waktu-waktu keberuntunganku.

Aku yakin semua orang tahu bahwa aku sangat lengkap sekarang.

Jauh berbeda dari aku September 2023 lalu. 

Dimanapun kamu berada, dengan siapapun kamu kelak, aku tidak akan berhenti mendoakan kebaikanmu.

Entah dengan siapa kamu pada akhirnya, aku hanya ingin kamu tau bahwa aku senang melihat matamu yang menyipit saat tersenyum, aku senang melihatmu tertawa, aku senang kamu selalu dalam kebaikan.

Beberapa tahun kemudian, jika hidup kita masih berlanjut namun jalannya berbeda, aku tidak keberatan jika harus menjadi pendengarmu lagi. Tak peduli dikondisi apapun.

Sebab aku paham, kebaikan dan banyak cinta yang kamu beri, tak akan habis masa untuk membalasnya.

Minggu, 25 Februari 2024

Kepada Manusia Romantis Tapi Tak Bisa Ungkapkan Perasaan

 Aku ingin berterimakasih kepada Tuhan,

Cara-Nya menunjukkan apa itu romantis sungguh diluar dugaan.

Bertemu denganmu salah satunya.

Kamu yang dipenuhi banyak cinta, dipenuhi banyak kebaikan.

Lewat kamu, aku jadi merasa sangat dicintai, dan tahu caranya mencintai. 

Segalanya denganmu dipenuhi romantisasi. Aku menyukai itu, dunia yang hilang dari pandanganku untuk waktu yang sangat lama.

Aku ingin memberitahumu bahwa aku sangat menyukaimu, menyukai cara kita bertemu, cara kita jatuh cinta.

Aku sangat menyukai waktuku yang berharga habis hanya dengan berkeliling tanpa tujuan denganmu.

Aku menyukai caramu menyatakan "nit, aku sayang kamu," tanpa pernah mengatakan itu ditelingaku, atau di room chat ku.

Aku menyukai caramu menunjukkan betapa pedulinya kamu dengan chat singkatmu yang hanya sekedar, "aku jemput ya,"

Aku bahagia denganmu yang suka menggenggam, menurunkan stan kaki, memakaikan helm, aku menyukai kamu yang act of servicenya ugal-ugalan.

Kalau boleh memberitahumu satu hal, aku berada diposisi tak suka siapapun dan tak percaya siapapun saat awal bertemu denganmu.

Aku juga ingin memberitahumu hal lainnya, bahwa bersamamu aku tidak hanya bahagia, tapi juga sesekali ada ketakutan.

Mungkin akhirnya akan sama, mungkin lagi-lagi aku akan menjadi pihak yang ditinggalkan.

Atau mungkin saja aku lagi yang akan sakit, tetapi tetap dicap sebagai orang jahat yang menyakiti.

Kamu mungkin perlu tahu, bahwa di kehidupanku yang selalu bahagia dan kamu anggap tak kurang, penuh dengan label dari orang sok tau. "Jangan percaya Nita, dia suka nyakitin orang," "jangan sama Nita, dia ga pernah serius sama laki-laki," "Nita bakal nyakitin kamu, dia ga punya hati," 

Ketakutan semacam itu juga tak jarang membersamaiku saat malam. 

Bagaimana kalau kamu percaya, bagaimana kalau suatu hari nanti salah satu orang sok tau itu bercerita padamu, tentang anggapan mereka yang keliru.

Bagaimana kalau kamu lebih percaya mereka dibanding aku.

Terlepas dari itu, Denganmu, rasanya aku ingin memberikan segalanya. Bahkan kalau bisa, aku ingin mengusahakan yang tidak kita bisa.

Aku mungkin akan merepotkan Tuhan akhir-akhir ini, doaku bertambah. Semoga kamu sehat dan panjang umur, agar suatu pagi aku bisa melihatmu saat buka mata :)





Jumat, 17 Februari 2023

Tentang Ayah

 Apa yang paling kamu sukai dari ayah ?

Aku suka menceritakan hal random bersama ayahku, entah sapi tetanggaku yang hilang, entah berita pembunuhan yang kuliput, atau hari ini aku jajan apa.

Ayah juga suka bercerita banyak hal kepadaku.

Bercerita soal ibu yang suka usil kepadanya, bercerita soal adeku yang berbicara dengan kucing kesayangannya, membicarakan baju ibu yang memenuhi seluruh lemari yang ada dirumah, atau membicarakan kakaku yang tidka pernah mau menunjukkan kelemahannya pada ayahku.

Kami bertukar cerita setiap malam. Dan cerita kami selalu diawali dengan, yah, aku ada cerita, masa kan..

Cerita dengan ayah selalu diselingi tawa. Ayah juga tidak akan pernah membuat aku ketinggalan berita terbaru yang terjadi dikampung.

Entah anaknya si A yang cerai, anaknya si B yang lari dari rumah.

Memang se kompleks itu suasana di kampungku.

Ayah menceritakannya dengan antusias, kadang sambil berbisik kalau ada ibu. Ibu pasti akan memarahi ayah kalau menyampaikan cerita demikian kepadaku.

Dengan ayah, aku tidka ragu berecerita apapun, bukan berarti dengan ibu, aku tidak bercerita, aku juga banyak beceirta keseharian ku dengan ibu, hanya saja kadang kalau butuh nasehat, aku akan mencari ibu, kalau butuh tertawa, aku akan mencari ayahku.

Tanpa sadar, ibu dan ayahku menua. Aku hanya menemani mereka lewat cerita.

Aku belum menyediakan apapun untuk mereka. Aku tidak mendengarkan seluruh cerita mereka. Aku hanya mendengar apa yang mau mereka ceritakan.

Aku tidak hadir di keseharian mereka.

Aku rindu.