GENERALISASI EMPIRIK
(Proposisi, Postulat,
Aksioma, dan Teori)
A.PENDAHULUAN
Berbicara mengenai filsafat, maka
suatu keniscayaan untuk memisahkannya dari ilmu dan ilmu pengetahuan itu
sendiri. Hal ini karena filsafat adalah induk dari semua ilmu pengetahuan.
Manusia di anugrahi akal pikiran sehingga menjadikannya lebih tinggi derajatnya
dari mahluk ciptaan Tuhan yang lain. Dengan akal pikiran inilah manusia melakukan pengembaraan mencari hakikat dan kehidupan ,
mencapai sebuah kebenaran atas hakikat segala sesuatunya. Kerena dalam arti
praktisnya berfilsafat adalah berpikir. Namun tidak setiap berpikir itu
berfilsafat. Berfilsafat dalam hal ini berpikir secara logis, rasional,
universal, bebas dan radikal.
Filsafat juga dapat dikatakan
sebagai kegiatan intelektual yang secara kritis-radikal mencoba memahami
hakikat sesuatu, atau sejauh yang dapat dijangkau oleh akal budi mencari sebab
terdalam dari segala sesuatu dengan segala implikasinya, berdasarkan kekuatan
akal budi tampa menggantungkan diri pada otoritas manapun juga. 1 Filsafat
dapat dibagi ke dalam metafisika atau
ontologi yang merenungkan hakikat hal yang ada, epistemologi yang
merenungkan hakikat pengetahuan dan landasan pengetahuan manusia, Logika yang
merenungkan hakikat berpikir,Etika yang merenungkan hakikat nilai dan perilaku
yang baik, dan Estetik yang merenungkan
hakikat nilai keindahan.2
1 Berbagai ragam
definisi yang di berikan para ahli filsafat, namun pada hakikatnya mempunyai
makna dan muara yang sama. Setidaknya itulah yang bisa kami simpulkan dari
berbagai definisi yang ada.
Berfilsafat adalah berpikir –di
antaranya-secara logis. Ini verarti dalam berfilsafat perlu adanya penelaran
yang sangat mendalam untuk mencapai kebenaran atas hakikat sesuatu. Dalam hal
ini maka logika3 sebagai suatu ilmu yang mempelajari teknik-teknik
dan kaidah-kaidah penalaran yang tepat 4 menjadi salah satu cabang
filsafat.Yang menjadi satuan penalaran dalam logika adalah argumen. Penalaran
berlangsung lewat argumen sebagai kelompok proposisi. Proposisi tersusun dari
premis ke konklusi lewat generalisasi yang diperoleh dari sejimlah fenomena
yang ada (generalisasi empirik), tersusun atas postulat, aksioma dan akhirnya
menghasilkan sebuah teori. Hal inilah yang selanjutnya akan kami bahas dalam
makalah ini.
Jadi permasalahan yang kami angkat
dalam makalah ini-sesuai dengan judul makalah-adalah mengenai apa itu:
1.Generalisasi Empirik, 2.Proposisi, 3.Postulat, 4.Aksioma, dan 5.Teori.
2
Lihat, B. Arief Sidharta, Pengantar
Logika: Sebuah Langkah Pertama
Pengenalan Medan Telaah. (Cet. II, Bandung: PT. Rafika Aditama, 2008), h.3.
3 Istilah “logika” berasal dari
kata sifat “logike” dalam bahasa
yunani. Kata bendanya adalah “logos”
yang berarti perkataan sebagai manifestasi pikiran manusia.A.A.Luce-sebagaimana
yang di kutip oleh B. Arief Sidharta-mengatakan bahwa “logos” berarti wacana (discourse). Jadi “pikiran” dan “kata”
mempunyai hubungan erat,artinya bahwa bahasa (tutur kata) berkaitan erat dengan
pikiran. Cara orang berbahasa mencerminkan caranya berpikir dan jalan
pikirannya. Jadi, secara etimologikal, logika berarti ilmu yang mempelajari
(jalan) pikiran yang di nyatakan atau diungkapkan dalam bahasa. Para pelopor
studi logika ini adalah: zeni, kaum Sofis, Socrates,Plato, Phytagoras. Tetapi
“bidan” yang melahirkan logika sebagai sebuah disiplin ilmu adalah Aristoteles,
Theoprostus, dan Kaum Stoa yang karya-karyanya menghasilkan apa yang sekarang
di sebut logika klasik. Lihat: Ibid. Baca
pula: Sutardjo A. Wiramihardja, Pengantar
Filsafat: Sistematika Filsafat,
Sejarah Filsafat, Logika dan Filsafat Ilmu (Epistemologi), Metafisika dan
Filsafat manusia, Aksiologi, (Cet.II, Bandung: PT.Refika Aditama,
2007),h.28-31.
4
http:..www.harypr.com/kajian17.php.,Sekilas
Tentang Filsafat, 5 Oktober 2009.
B. GENERALISASI
EMPIRIK
Pengertian
generalisasi
Generalisasi secara etimologis berasal
dari bahasa latin, Generalis yang berarti; umum, seluruh jenis, semuanya;
generaliter: pada umumnya, dalam arti luas.5 Selanjutnya diartikan
sebagai: 1. Pernyataan, hukum, prinsip, atau proposisi umum, 2.Kesimpulan umum,
3. Sumber primer yang menghasilkan deskripsi umum mengenai apa yang telah
terjadi.6 Dalam kamus ilmiah populer, generalisasi
didefenisikan sebagai’penyamaratan,
proses pemikiran yang bertujuan untuk memproleh pendapat secara menyeluruh bagi
ummat manusia.7
Mundiri didefinisikan generalisasi
sebagai “ proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual
menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena
individual yang diselidiki”.8 Dengan begitu, hukum yang disimpulkan dari fenomena yang diselidiki berlaku bagi
fenomena sejenis yang belum diselidiki. Oleh karena itu hukum yang
dihasilkan oleh penalaran ini tidak
pernah sampai pada kebenaran pasti, tetapi kebenaran kemungkinan besara
(probability).
Macam-macam
generalisasi
Berdasarkan
kuantitas fenomena yang menjadi dasar penyimpulan generalisasi dibedakan
menjadi dua macam, yaitu generalisasi sempurna dan generalisasi sebagian atau generalisasi
tidak sempurna. Generalisasi sempurna
adalah
5 Komaruddin dan
Yooke Tjuparmah S. Komaruddin, Kamus
Istilah Karya Tulis Ilmiah. (Cet.IV, Jakarta: Bumi Aksara, 2000). h. 77.
6 Ibid
7 Pius A. Partanto dan M.
Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer,(tc.,
Surabaya: Arloka, 1994), h.197
8 Mundiri,Logika,(Ed. I, Jakarta:PT Rajagrafindo
Persada, 2008). h. 145.
generalisasi
dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki.9
Misalnya saja kita memperhatikan setiap bulan dalam tahun masehi kemudian
disimpulkan bahwa semua bulan masehi
mempunyai hari tidak lebih dari 31, maka dalam penyimpulan ini keseluruhan
fenomena yakni jumlah hari dalam setiap bulan diselidiki tanpa ada yang
ditinggalakan. Generalisasi semacam ini tentu memberikan kesimpulan yang amat
kuat dan tidak dapat diserang.
Generalisasi
tidak sempurna yaitu generalisasi berdasarkan sebagian fenomena yang
mendapatkan kesimpulan yang berlaku bagi
fenomena sejenis yang belum diselidiki.10 Misalnya saja setelah kita
menyelidiki sebagian warga Amerika Serikat bahwa mereka adalah manusia yang
menganut paham liberalisme, kemudian
kita simpulkan bahwa Amerika Serikat adalah bangsa leberal, maka penyimpulan
ini adalah generalisasi tidak sempurna. Menurut para ahli, generalisasi di
sebut sebagai induksi tidak sempurna dan teknik inilah yang paling banyak di
gunakan dalam menyusun ilmu pengetahuan. Isaac Newton juga mendasarkan
kesimpulannya pada generalisasi tidak sempurna atas teorinya yang masyhur
tentang hukum gravitasi. Ilmu-ilmu kealaman semua disusun berdasarkan
generaliassi tidak sempurna, demikian pula ilmu-ilmu sosial.
Menurut
kami, meskipun jenis generalisasi yang kedua ini tidak yang menghasilkan
kesimpulan sampai ke tingkat pasti-sebagaimana jenis generalisasi yang
pertama-tetepi corak generalisasi yang kedua ini jauh lebih praktis dan lebih
ekonomis dibanding yang pertama. Oleh karena itu tugas ilmu ( yang disusun
berdasarkan fakta-fakta abservasi) tidak untuk menyajikan kebenaran
probabilitas, maka adalah keliru jika kita menyadari bahwa ilmu menyajikan
hulum-hukum yang kebenarannya mutlak.
9 Ibid.
h. 147
10 Ibid.
Jadi bila kita berbicara tentang
generalisasi maka selalu dimaksudkan adalah generalisasi tidak sempurna, karena
inilah yang sesuai dengan prinsip penyipulan
dalam ilmu pengetahuan. Meskipun generalisasi ini hanya mendasarkan pada
sejumlah fenomena namun kesimpulan yang dihasilkan akan sahih dan kuat apabila
didasarkan atas prosedur yang benar. Apabila generalisasi ini kemudian disertai
dengan penjelasan’mengapa’ maka kebenaran yang dihasilkan akan lebih kuat lagi.
Kita telah mengetahui bahwa tingkat
kepercayaan atau kebenaran suatu generalisasi tergantung bagaimana tingkat
terpenuhinya jawaban atas evaluasi sebagaimana tersebut di atas. Bagaimanapun
juga ada kecenderungan umum untuk membuat generalisasi berdasarkan fenomena
yang sangat sedikit sehingga tidak mencukupi syarat yang dibuat generalisasi.
Hal ini juga bisa di sebut sebagai generalisasi tergesa-gesa.11
Dalam kehidupan sehari-hari kekeliruan seperti ini sering sekali terjadi.
Untuk menguji apakah generalisasi yang
dihasilkan cukup kuat untuk dipercaya, dapat kita evaluasi sebagai berikut:
1. Apakah
sempel yang digunakan secara kuatitatif cukup mewakili. Memang tidak ada ukuran
yang pasti berapa jumlah fenomena individual yang diperlukan untuk dapat
menghasilkan kesimpulan yang terpercaya.
Semakin banyak jumlah fenomena yang digunakan semakin kuat kesimpulan yang
dihasilkan.
2. Apakah
sempel yang digunakan cukup bervariasi. Semakin banyak variasi sempel, semakin
kuat kesimpulan yang dihasilkan.
3. Apakah
dalam generalisasi ini di perhitungkan hal-hal yang menyimpang dengan fenomena
umum atau tidak. Kekecualian-kekecualian harus diperhitungkan juga, terutama
jika kekecualian itu cukup besar jumlahnya. Dalam hal kekecualian cukup besar,
tidak mungkin di adakan generalisasi. Bila kekecualian sedikit jumlahnya harus
di rumuskan dengan hati-hati; kata-kata seperti; ‘semua’, ‘setiap’,
‘selalu’,’tidak pernah’, ‘selamanya’, dan sebagainya harus di hindari. Pemakaian kata; ‘hampir seluruhnya’,
‘sebagian besar’, ‘kebanyakan’, harus di dasarkan atas pertimbangan rasional
yang cermat. Semakin cermat faktor-faktor pengecualian di perhitungkan, semakin
kuat kesimpulan yang di hasilkan.
11 W. Poespoprodjo, Logika Scientifikas, (tc.,Bandung:
Pustaka Grafika, 1999), h.242.
4. Apakah
kesimpulan yang di rumuskan konsisten dengan fenomena individual. Kesimpulan
yang di rumuskan haruslah merupakan konsekuensi logis dari fenomena yang di
kumpulkan, tidak boleh memberikan tafsiran menyimpang dari data yang ada.12
Generalisasi
Empirik
Generalisasi yang tidak di sertai dengan
penjelasan “mengapa” atau generalisasi yang berdasarkan fenomenanya
semata-mata, itulah yang di sebut Generalisasi
Empirik.13 Dalam Kamus Istilah karya Ilmiah, generalisasi
empirik di definisikan sebagai: ‘suatu hukum, hipotesis, proposisi, atau tesis
yang di rumuskan atas dasar pengamatan terhadap suatu kenyataan tertentu dan
spesifik, fakto-faktor yang di anggap konstan (atau di asumsikan)”14
Jadi menurut kami,generalisasi empirik itu adalah suatu bentuk generalisasi
(tentunya generalisasi yang tidak sempurna) yang hanya mendasarkan
penyimpulannya pada fenomenanya
semata-mata tanpa di sertai penjelasan mengapa fenomena seperti itu berlaku.
Misalnya saja kita mempercayai
generalisasi Darwin bahwa “ semua kucing berbulu putih dan bermata biru adalah
tuli”. Pernyataan ini di dasarkan atas generalisasi yang benar dan terpercaya,
sehingga kita semua mengakui kebenaran pernyataan ini.
12 Lihat: Mundiri, Op. Cit., 149-150. Baca pula: R.
G.Soekadijo, Logika Dasar, (tc.,
Jakarta: PT Gramedia, 1991), h. 135.
13 Lihat; Mundiri, Op. Cit., h. 153. Bandingkan pula
penjelasan ini pada: Walter L. Wallace, Metode
Logika Ilmu Sosial, (tc., Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h.36.
14 Komaruddin dan
Yooke Tjuparmah S. Komaruddin, Loc.Cit.
Tetapi
sejauh pernyataan ini hanya mendasarkan kepada fenomenanya saja, maka merupakan
generalisasi empirik. Apabila kemudian kita dapat menjelaskan mengapa kucing
yang serupa itu adalah tuli, yakni menghubungkan bahwa ketiadaan pigmen pada
bulu kucing dan warna matanya mengakibatkan organ pendengarannya tidak
berfungsi maka generalisasi ini disebut generalisasi dengan penjelasan
(explained generalization). Generalisasi ini mempunyai taraf kebenaran hampir
setingkat dengan generalisasi sempurna.
Sudah di ketahui bahwa penalaran yang
menyimpulkan suatu konklusi yang bersifat umum dari premis-premis yang berupa
proposisi empirik itu di sebut generalisasi empirik. Prinsip yang menjadi
penalaran generalisasi itu dapat di rumuskan demikian: Apa yang terjadi
berkali-kali dalam kondisi tertentu, dapat di harapkan akan selalu terjadi
apabila kondisi yang sama terpenuhi. Dua kali kita jumpai apel masam dalam
kondisi keras dan hijau. Maka ketika melihat apel ketiga memenuhi kondisi keras
dan hijau,kita menyimpulkan, bahwa dapat di harapkan apel itu pun masam
rasanya.15 Kesimpulan itu hanya satu harapan , suatu kepercayaan, karena
seperti di katakan di atas, konklusi penalaran induktif tidak mengandung
kebenaran yang pasti, akan tetapi hanya berupa suatu probabilitas,suatu
peluang.
Kebanyakan generalisasi pada kehidupan
kita adalah generalisasi empirik, yang berjalan bertahun-tahun bahkan
berabad-abad sampai akhirnya dapat di terangkan. Manusia telah lama mengetahui
dan mereka telah menyimpulkan bahwa sebuah benda yang di lemparkan ke atas akan
jatuh kembali ke bawah dan bahwa laut manapun bergelombang naik turun, tetapi
baru dapat di terangkan mengapa hal itu bisa terjadi setelah Isaac Newton
menemukan hukum navigasi.
Jadi benarlah bahwa hukum alam mula-mula
di rumuskan melalui generalisasi empirik kemudian setelah di ketahui hubungan
kausalnya,maka lahirlah generalisasi dengan penjelasan dan inilah yang
melahirkan penjelasan ilmiah.16
15 Lihat; Surajiyo, dkk., Dasar-dasar Logika, (tc., Jakarta: Bumi
Aksara, 2006), h. 61.
C. PROPOSISI
Pengertian
Proposisi
Kata ‘Proposisi’ berasal dari bahasa
latin, Proposotion, yang berarti:
pokok, hal menunjukkan, tema, hal menampilkan.17 Selanjutnya
proposisi di artikan sebagai: 1.Anggapan mengenai sesuatu,2. Perumusan
masalah,3. Dalam silogisme; pangkal pertama/mayor,4. Sesuatu yang di usulkan
atau di tawarkan untuk di pertimbangkan atau di terima,5. Suatu ungkapan dalam
bahasa atau isyarat-isyarat mengenai sesuatu yang mungkin benar atau salah,6.
Suatu proyek atau situasi yang membutuhkan tindakan,7. Suatu penuturan yang
utuh,8. Suatu ungkapan keputusan dalam kata-kata atau manifestasi keputusan.18
Proposisi merupakan unit terkecil dari
pemikiran yang mengandung maksud sempurna.19 Jika kita menganalisis
suatu pemikiran, misalnya suatu buku, kita akan mendapati kesatuan pemikiran
dalam buku itu,kemudian lebih khusus lagi dalam bab-babnya, kemudian pada
paragrafnya dan akhirnya pada unit yang tidak bisa di bagi lagi yakni yang di
sebut proposisi. Proposisi itu sendiri masih bisa di analisis lagi menjadi
kata-kata, tetapi kata-kata hanya menghadirkan pengertian sesuatu, bukan maksud
atau pemikiran sesuatu. Semua pernyataan pikiran yang mengungkapkan keinginan
dan kehendak tidak dapat di nilai benar dan salahnya bukanlah proposisi.20
16 Lihat:
Mundiri, Op.Cit., h.154-155.
17
Komaruddin dan Yooke Tjuparmah S. Komaruddin, Op.Cit., h. 208
18 Ibid
19 Mundiri, Op.Cit., h.54.
Proposisi adalah pernyataan dalam
bentuk kalimat yang dapat di nilai benar dan salahnya. Dengan kata lain,
proposisi adalah pernyataan untuk mengiyakan atau menyangkal sesuatu yang dapat
di ujicoba.21 Jadi pada hakikatnya proposisi adalah pendirian atau
pendapat tentang sesuatu hal, yakni pendirian atau pendapat tentang hubungan
antara dua hal. Terhadap proposisi dapat di kenakan penilaian benar atau salah,
karena pendirian seseorang tentang hubungan antara dua hal itu dalam kenyataan
dapat benar dapat juga salah.
Jadi setidaknya proposisi terdiri dari
pokok yang di bicarakan (subyek), apa
yang di sangkal atau di nyatakan (predikat), dan hubungan yang sifatnya
menyatukan atau memisahkan (copula) dan quantifier, banyaknya satuan yang di
ikat oleh term subyek.22 Apa yang di ajukan sebagai pendirian
tentang hubungan antara dua hal tersebut di rumuskan dalam sebuah kalimat. Jadi
setiap proposisi berupa kalimat, tetapi tidak semua kalimat adalah proposisi.
Hanya kalimat deklaratif yang di sebut proposisi. Karenanya walaupun proposisi
itu harus di rumuskan dengan sebuah kalimat,namun proposisi itu tidak boleh
begitu saja diidentikkan dengan kalimat. Sebab, sebuah proposisi tertentu dapat
di ungkapkan dengan kalimat yang berbeda-beda. Artinya, beberapa kalimat yang
berbeda, yakni rangkaian kata-kata yang di gunakan tidak sama, dapat
mengungkapkan sebuah proposisi (hubungan antara dua hal) yang sama.23
20Lihat, Ibid.
21http://www.harpy.com/kajian
17,php, Sekilas Tentang Filsafat, 5 oktober 2009.
22Aristoteles memandang
bahwa setidaknya proposisi terdiri atas tiga bagian, subjek, pedikat dan
copula. Bambang Q. Ances dan Radea Juli A.Hambali, Filsafat Untuk Umum. ( Cet. I, Jakarta: Kencana, 2003), h. 202.
23Lihat; B. Arief Sidharta,
Op. Cit., h.29
Sebagaimana
disebutkan di atas, bahwa hanya kalimat deklaratif yang dinamakan proposisi.
Suatu kalimat deklaratif mengekspreskan suatu penegasan, entah secara
alfirmatif entah secara negatif. Benar atau salahnya isi penegasan itu dapat
diuji coba atau dibuktikan. Benar pada dasarnya adalah persesuaian antara
pikiran dan kenyataan.24 pernyataan”rusa adalah seekor hewan” adalah
benar karena kenyataannya memang seperti itu. Ukuran kebenaran yang kedua
adalah persesuain atau tidak adanya
pertentangan dalam pernyataan tersebut.25 Misalnya pernyataan
“Hamidah adalah seorang jujur yang suka menipu”. Pernyataan tersebut tentu saja
salah karena antara”jujur’ dan suka menipu” bertentangan.
Macam-macam proposisi
Dalam logika dikenal adanya dua macam
proposisi menurut sumbernya, yaitu proposisi
analitik dan proposisi sintetik.
Proposisi analitik adalah proposisi yang predikatnya mempunyai pengertian
yang sudah terkandung pada subjeknya. Contoh;” sirsak adalah buah-buahan”
pengertiannya sudah terkandung pada subjek “sirsak”. Jadi tidak mendatangkan
pengetahuan baru. Untuk menilai benar tidaknya kita lihat ada tidaknya
pertentangan dalam diri pernyataan itu. Proposisi analitik di sebut juga
proposisi a priori.
Proposisi sintetik adalah proposisi yang
predikatnya mempunyai pengertian yang bukan keharusan bagi subjeknya. Contoh:
“sirsak itu manis”. Kata” manis” pengertiannya belum terkandung pada subjeknya
yaitu”sirsak”. Ini mendatangkan pengetahuan
baru yang dapat melalui pengalaman. Proposisi sintetik adalah lukisan
dari kenyataan empirik maka untuk menguji benar salahnya diukur berdasarkan
sesuai tidak dengan kenyataan empiriknya. Proposisi ini di sebut juga proposisi
a posteriori.27
24Mundiri, Op. Cit., h.10.
25Lihat,
Ibid.
26Proposisi
sintetik dan anlitik adalah konsep yang dikemukakan oleh Immanuel Kant.
Lihat: Ibid.
h. 55.
Namun secara umum proposisi dapat dibagi
atas: proposisi kategoris, proposisi hipotesis dan proposisi modalitas.28
Proposisi kategorik adalah proposisi yang
mengandung pernyataan tanpa adanya syarat. Kualitas proposisi kategorik bisa
afirmatif ataupun negatif dengan melihat copulanya. Dan kuantitasnya bisa
universal, partikular atau singular tergantung pada quantifernya.29
Proposisi hipotesis mengekspresikan redaksi ketergantungan antara dua gagasan,
baik dalam bentuk oposisi, maupun dalam bentuk kemiripan. Di dalam proposisi
hipotesis terdapat afirmai atau negasi yang bersifat kondisional. Dengan
perkatan lain, di dalam proposisi hipotesis term predikatnya menerangkan term
subjek dengan suatu syarat. Proposisi
ini ada tiga macam, yakni pertama,
proposisi kondisional yakni proposisi yang menyatakan suatu kondisi atau
hubungan ketergantungan antara dua
proposisi. Hubungan tersebut menunjukan bahwa proposisi yang satu pasti
mengikuti proposisi yang lainnya adanya kondisi tertentu. Kedua, proposisi disjungtif
yakni proposisi yang mengandung pilihan
antara dua kemungkinan. Dan yang ketiga, proposisi konjungtif, proposisi yang memiliki dua predikat yang
kontraris yang tidak mungkin sama-sama memilki kebenaran pada saat yang sama.
Proposisi
modalitas adalah proposisi yang didalamnya terdapat kata-kata yang
menyatakan tingkat-tingkat kepastian, seperti kata-kata’tentu’,’niscaya’,’mungkin’,’tidak
tentu’,’tidak niscaya’,’tidak mungkin’,’pasti’, mustahil’.
27Lihat, Ibid, h. 55-56
28Rafael
Raga Maran, Pangantar Logika,(tc.,
Jakarta: PT. Grasindo, 2007) h.65.
Bandingkan pula pembagian proposisi ini pada: Mundiri, Op. Cit, h.56
29Untuk
lebih jelasnya baca: Ibid., h.56-69
Proposisi
modalitas tidak sekedar menyatakan bahwa predikat merupakan bagian dari subjek atau tidak merupakan
bagian dari subjek, melainkan juga menyatakan bagaimana predikat itu menjadi
bagian atau tidak menjadi bagian dari subjek. Proposisi modalitas terbagi atas
empat yaitu, pertama, proposisi modalitas
mutlak, yakni proposisi yang di dalamnya
predikat tidak dapat berfungsi lain, kecuali menjadi bagian dari subjek. Kedua, proposisi modalitas kontingen, yakni
proposisi yang mengekspresikan suatu kebenaran yang bersifat sementara
(kontingen), ketiga, proposisi modalitas
yang mungkin, yakni proposisi yang mengekspresikan suatu kemungkinan, yaitu suatu identitas yang
mungkin terjadi antara subjek dan predikat,
keempat, proposisi modalitas tidak
mungkin, yakni proposisi yang menyatakan sesuatu yang tidak dapat terjadi.31
D. POSTULAT
Pengertian postulat
Postulat
berasal dari bahasa latin, postulo ( menganggap, menghendaki); postulatum (tuntutan, keinginan,
anggapan).31 Selanjutnya diartiakan: 1. Suatu hipotesis yang di
kembangkan sebagai dasar esensial suatu sistem berpikir atau premise dari
serentetan penalaran, 2. Dalil yang dianggap benar, kendatipun kebenarannya
tidak dapat dibuktikan, 3. Pengadaian yang keabsahannya tidak dapat dibuktikan,
namun harus diandaikan supaya dapat memahami gejala dalam rangka kesatuan
berpikir, 4. Dalam matematika, aksioma.32
Biasanya
setiap pernyataan tentang suatu fenomena atau fakta harus di uji kebenarannya,
apakah hal tersebut benar ataukah salah sebelum kita meyakininya. Namun
adakalanya beberapa ide atau fakta, harus di terima sebagai postulat, yaitu
kita terima atau kita yakini sebagaimana adanya.
30Lebih jelasnya, baca:
Rafael Raga Maram, Op. Cit., h. 76-78
31Komaruddin
dan Yooke Tjuparmah S. Komaruddin, Op. Cit., h.199.
32Ibid,
Lihat pula: Burhanuddin Salam, Pengantar
Filsafat, ( Ed. I. Cet. VI, Jakarta:Bumi Aksara, 2005), h. 35.
Suatu
postulat adalah suatu asumsi yang di perlukan. Ia adalah suatu pengandaian yang
harus diterima untuk menjelaskan suatu fenomena natural.33 Postulat
bekerja dengan baik pada hukum-hukum atau aturan-aturan dimana postulat atau
aksioma di gunakan. Misalnya postulat Einstenin mengenai relativitas yang
menyatakan kecepatan cahaya di ruang hampa adalah sekian meter perdetik dan
sama untuk setiap pengamatan. Postulat itu di gunakan dan di ciptakan menjadi
pondasi pokok dari proses relativitas yang sampai sekarang belum tergoyahkan.
Postulat ini menjadi terpercaya memiliki kebenaran karena adanya kredibilitas
dalam bentuk pembuktian secara filsifkasional dalam dunia fisika.34
Prinsip-prinsip
Postulat
Adapun prinsip daripada postulat adalah:
1. Prinsip
kausalitas, merupakan suatu
kepercayaan bahwa setiap kejadian mempunyai sebab, olehnya itu dalam keadaan
yang sama, sebab yang sama, selalu menghasilkan akibat yang sama.
2. Prinsip
ramalan yang sama, menyatakan bahwa
sekumpulan kejadian akan menunjukkan sejumlah hubungan atau antar hubungan di
masa depan sebagaimana telah di tunjukkan di masa lampau atau sebagaimana di
tunjukkan pada masa sekarang.
3. Prinsip
obyektif, menuntut si penyelidik
untuk tidak berbuat berat sebelah sehubungan dengan data yang sedang ia hadapi.
Faktanya harus dapat di coba sedemikian rupa dalam cara-cara yang sama.
Maksudnya ialah menghilangkan semua subjektifitas dan unsur pribadi sejauh
mungkin dan sedapat mungkin untuk memusatkan perhatian terhadap obyek
penelitian tersebut.
4. Prinsip
Empirisme, memungkinkan bagi peneliti
untuk mengasumsi bahwa rasa impresinya itu benar, dan tes kebenaran merupakan
suatu tuntutan ke arah fakta yang telah teruji. Mengetahui adalah akibat dari
observasi, pengalaman dan percobaan. Maksudnya di sini-menurut kami-bahwa
postulat itu teruji kebenarannya melalui pengalaman pengalaman.
33Rafael Raga Maram, Op.
Cit., h.140
34Lihat; Ibid.
5. Prinsip
Parsimony, (penghematan), menyarankan
bahwa untuk hal-hal yang sama,seseorang akan membuat penjelasan yang sederhana
sebagai suatu pernyataan yang sah. Seorang filosof Inggris abad ke-14 bernama
William Occan menyatakan, “kesatuan itu jangan di perbanyak di luar
kebutuhannya”35
6. Prinsip
Isolasi atau pengasingan, meminta agar supaya fenomena yang akan di
selidiki itu harus di pisahkan sehingga dapat di teliti tersendiri.
7. Prinsip
Kontrol (pengawasan), Mengutamakan
pentingnya pengawasan terutama pada taraf eksperimen. Jika tidak, maka akan
banyak unsur-unsur yang akan menyimpan dalam waktu yang sama,dimana eksperimen
itu tidak dapat di ulang dengan cara yang sama. Seandainya berubah sementara
eksperimen itu sedang berlangsung, hasilnya pun mungkin akan tidak sempurna.
8. Prinsip pengukurang
yang tepat, menuntut supaya hasil-hasilnya nanti
dapat dinyatakan dalam bentuk kuantitatif atau dalam istilah-istilah matematis.
Hal ini terutama menjadi tujuan akhir daripada penelitian ilmu alam.36
Dalam
ilmu-ilmu alam, atau anorganik, prinsip-prinsip postulat dan kondisi-kondisi
yang tersusun di atas dapat di penuhi secara memadai. Kita dapat
mengisolasinya, mengontrolnya dan mangaturnya dengan derajat kebehasilan yang
tinggi. Tetapi seandainya kita tiba pada masalah kepada mahluk-mahluk yang
hidup terutama pada manusia dan masyarakat manusia, maka kondisi-kondisi yang
baru dan sulit akan kita temukan, kita dapat mengisolasi dan mengontrol
kehidupan pada taraf-taraf tertinggi tanpa mengubah sifat/isi yang sedang
dipelajari. Coba pisahkan manusia dari masyarakat.
35Prinsip ini dikenal pula
dengan istilah ‘Pisau Occan’.Burhanuddin Salam, Op. Cit., h. 35.
E.AKSIOMA
Aksioma
berasal dari bahasa yunani axioma, yang berarti di anggap berharga atau sesuai
atau dianggap terbukti dengan sendirinya. Kata ini berasal dari axioein
(dianggap berharga), axisios (yang berharga).37 Dalam bahasa inggris
disebut axiom,dalam bahasa prancis,axiome, suatu pernyataan atau dalil yang dianggap sebagai kebenaran
yang terbukti sendiri; suatu dalil (propossisi) yang tidak memerlukan
pembuktian atas kebenarannya, dan juga tidak dapat disimpulkan dari teori atau
dalil yang lain. Sabagai suatu pernyataan yang tidak memerlukan pembuktian ,
maka aksioma bertindak sebagai premis untuk banyak argumen, tetapi sebagai
konklusi sama sekali tidak.38 filosop yunani mengartikan tanpa perlu
adanya bukti. Kata aksioma juga di mengerti dalam matematika. Akan tetapi
aksioma dalam matematika bukan berarti proposisi yang terbukti dengan
sendirinya melainkan dengan titik awal dari sistem logika. Suatu aksioma adalah
basis dari sistem logika formal yang
bersama-sama dengan aturan infrensi mendefinisikan logika.39
Aksioma
atau postulat, yaitu pernyataan yang
diasumsikan dengan benar tanpa perlu
dibuktikan. Berbeda dengan teori yang bisa dibuktikan-bahkan harus dibuktikan.
Misalnya sebuah aksioma yang menyatakan “manusia adalah mahluk sosial”
Berangkat dengan aksioma tersebut,bisa disusun peraturan yang mengatur hubungan antar manusia. Meski
tiap daerah memiliki kebiasannyan masing-masing, namun dengan adanya aksioma
universal,maka bisa dibuat tranformasi-tranformasi yang menyebabkan satu budaya
bisa berelasi dengan budaya lainnya. Sebagai ilustrasi adalah penggunaan satuan
pada temperatur. Dengan adanya kesepakatan,seseorang yang menggunakan satuan
celcuis dapat mentranfornmasikannya menjadi kelvin.40
Contoh
lainnya,misalnya sebuah aksioma yang menyatakan;’manusia tidak dapat berkomunikasi’.
Pernyataan ini terbuktikan dengan sendirinya oleh kerena memang manusia pasti
berkomunikasi meskipun hanya dengan dirinya sendiri. Atau aksioma yang
menyatakan:’komunikasi ada dimana-mana dan sangat potensial dalam masyarakat’.
Pernyataan ini dapat dijelaskan bahwa
komunikasi memasuki setiap unsur dalam masyarakat,dengan komunikasi,sikap dan
nilai-nilai kehidupan dapat bergeser atau bahkan berubah sama sekali;
komunikasi adalah penyebab utama dari setiap perubahan yang terjadi di masyarakat.
39www.aksioma.com, Aksioma,
tgl 5 oktober 2009.
40Lihat: Ibid.
Jadi aksioma disini-menurut kami-
adalah suatu pernyataan yang eviden (jelas, terang, nyata) sehingga tidak perlu
di buktikan kebenarannya. Seperti pernyataan ‘islam adalah rahmat bagi seluruh
alam semesta’sudah menjadi aksioma bagi umat islam’ meskipum mungkin sebagian orang
membantahnya. Dalam hal ini aksioma kadang diidentikan dengan postulat, akan
tetapi menurut kami postulat meskipun juga merupakan pernyataan yang harus
diterima sebagaimana adanya karena diasumsikan benar, namun ia tidak eviden
sehinnga memungkinkan untuk adanya pembuktian, meskipun pada akhirnya tidak
dapat dibuktikan sehingga berakhir pada
suatu kepercayaan atau keyakinan saja.
F.
TEORI
Pengertian
teori
Kata”
teori” berasal dari bahasa yunani, theoria; dalil, ajaran atau paham
(pandangan) tentang sesuatu berdasarkan kekuatan akal (rasio);patokan pada
dasar atau garis-garis dasar sains dan ilmu pengetahuan; pedoman praktek.41
selanjutnya dalam kamus istilah karya tulis ilmiah, ‘teori’ diartikan sebagai:
1.pemikiran yang abstrak;spekulasi, 2.prisip-prisip umum atau abstrak yang
mengenai kumpulan fakta, ilmu
pengetahuan atau seni; 3. Perkiraan, dugaan, atau pengadaian; 4. Suatu sistem yang terdiri atas dalil-dalil
dan hipotesis dengan dasar-dasar tertentu; 5. Prisip umum yang ilmiah atau
rasioanal, atau kumpulan prinsip untuk menjelaskan gejala; 6. Suatu hipotesis
yang dipergunakan untuk argumen atau investigasi.42
41Pius A. Partanto dan M.
Dahlan AL Barry, Op. Cit., h.746.
42Komaruddin
dan Yooke Tjuparmah S. Komaruddin, Op. Cit., h. 270.
Pernyataan teori umumnya hanya
diterima secara “sementara” dan bukan merupakan
pernyataan akhir yang konklusif. Hal ini mengidikasikan bahwa teori
berasal dari penarikan kesimpulan pada pembuktian matematika. Dalam ilmu
pengetahuan, teori berarti model atau kerangka pikiran yang menjelaskan
fenomena alami atau fenomena sosial tertentu. Teori dirumuskan, dikembangkan,
dan dievaluasi menurut metode ilmiah. Teori juga merupakan suatu hipotesis yang
telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun teori untuk menjelaskan,meramalkan,
dam menguasai fenomena tertentu. Sering kali,teori dipandang sebagai suatu
model atas kenyataan (misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan).
Sebuah teori membentuk generalisasi atas banyak observasi dan terdiri atas
kumpulan ide yang koheren dan saling berkaitan. Istilah teoritis dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu yang diramalkan
oleh suat teori namun belum pernah terobservasi.43 Jadi teori adalah
suatu pemikiran yang berupa prinsip umum yang ilmiah atau rasional tentang
suatu fakta yang telah teruji kebenarannya meskupin kebenarannya tidak bersifat
mutlak.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar ucapan:”itu
betul dalam teori, tetapi tidak dapat dilaksanakan dalam praktek”.Terhadap
ucapan seperti ini dan yang serupa, kita hanya cukup dengan menjawab secara
sedehana bahwa apabila tidak dapat dilaksanakan dalam praktek, maka berarti itu
bukan teori yang benar. Teori merupakan analisis hubungan antara fakta yang
satu dengan fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta,44 sebab
teori itu tidak lain adalah interprestasi dari fakta-fakta.45 jadi
sesungguhnya tidak ada perbedaan yang nyata antara teori dengan fakta, karena
setiap teori yang benar adalah merupakan pernyataan suatu fakta dalam
hubungannya dengan fakta yang lain.
44 Ibid.
43 Lihat; Mundiri, Op,Cit., h.197.
Macam-macam
teori
Ada
dua macam teori, teori umum dan teori
khusus. Teori umum adalah suatu
pernyataan apabila ia benar maka ia benar secara universal. Ia berlaku bagi
semua waktu, semua tempat, dan semua keadaan serta semua permasalahan dalam
‘kelas’ yang di nyatakannya. Pernyataan seperti: “Perjalanan kebudayaan itu melalui
tahapan tumbuh, berkembang, mencapai puncak kejayaannya, mundur dan akhirnya
runtuh” dan “ Semua yang kita dapati sekarang ini merupakan perkembangan yang
lebih sempurna dari keadaan yang mendahuluinya”,adalah merupakan teori-teori
umum.
Teori khusus adalah
teori yang berkaitan dengan sejumlah fakta-fakta partikular tertentu. Ia
berusaha untuk menjelaskan fakta-fakta itu dalam hubungannya yang satu dengan
lainnya. Ia harus sesuai dengan fakta-fakta yang di ketahuinya, tetapi juga
harus berhasil mengidentifikasikan beberapa fakta atau sejumlah fakta yang
selama itu belum di ketahui.46 Misalnya bila seorang dokter setelah
memeriksa seorang pasien ia menetapkan bahwa pasiennya menderita sakit ini dan
untuk mengobatinya dengan cara begini, maka ia membuat teori yang bersifat
khusus.
Setiap
teori selalu bermula dari hipotesis, keduanya tidak ada perbedaan prinsip
kecuali hanya graduasi saja. Hipotesis juga merupakan interpretasi dari fakta.
Ia juga di susun berdasarkan fakta, tetapi kebenarannya belum di uji, sedangkan
teori kebenarannya telah teruji. Oleh karena itulah maka dalam arti kasar,
teori mencakup juga hipotesis.
Teori
yang telah kita terima dapat kita gunakan untuk penelaah selanjutnya, yaitu
sebagai dasar berpikir (premis) dalam usaha kita menjelaskan berbagai gejala
lainnya. Demikian selanjutnya maka proses kegiatan ilmiah mulai lagi melalui
tahapan yang telah di sebut dan setelah di temukan teori baru lagi, maka teori
baru ini juga menjadi dasar bagi pengembangan ilmu selanjutnya, demikian
seterusnya, perkembangan ilmu pengetahuan itu berproses dari teori ke teori.
Jadi teori itu merupakan sumber bagi kerangka penalaran dalam penyusunan
hipotesis.47
46 Mundiri, Op,Cit., h. 198-199.
Jadi menurut kami, teori menggambarkan
keteraturan atau hubungan dari gejala-gejala yang tidak berubah di bawah
kondisi-kondisi tertentu tanpa kekecualian dalam kebenarannya. Pada awalnya,
teori tersebut di rumuskan sebagai suatu hipotesis (pradalil).Sesudah melalui
pemeriksaan dan pengujian oleh data yang sahih dan implikasi logika ternyata
benar, maka hipotesis itu menjadi teori atau tesis. Suatu dalil di katakan sah
bilamana kebenaran dan kesimpulan benar-benar merupakan konsekuensi yang tidak
dapat di hindarkan dari kebenaran hipotesis.
G. KESIMPULAN
Dari uraian di atas,
dapat kami simpulkan bahwa:
1. Generalisasi
empirik adalah proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual
menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena
individual yang di selediki dan hukum yang di hasilkan oleh penalaran ini tidak
pernah sampai pada kebenaran pasti, tetapi kebenaran kemungkinan besar (probability). Tingkat keterpercayaan
atau kebenarannya tergantung bagaimana tingkat terpenuhinya jawaban atas
evaluasi yang di lakukan.
2. Proposisi
adalah pendirian atau pendapat tentang sesuatu hal, yakni pendirian atau
pendapat tentang hubungan antara dua hal, yang dapat di nilai benar atau salah,
karena pendirian seseorang tentang hubungan antara dua hal itu dalam kenyataan
dapat benar dapat juga salah. Sebuah proposisi sebagai pernyataan setidaknya
terdiri atas subyek, predikat, copula dan quantifier.
3. Postulat
adalah pernyataan yang harus diterima apa adanya karena diasumsikan benar tanpa
adanya bukti. Adapun prisip daripada postulat adalah: prinsip kausalitas,
ramalan yang sama, objektif, empirisme, parsimony (penghematan), isolasi atau
pangasingan, kontrol (pengawasan),
pengukurang yang tepat. Prinsip dan kondisi ini hanya bisa dilakukan secara
memadai pada ilmu-ilmu alam atau anorganik.
47
Lihat: Ibid, h. 206.
4. Aksioma
adalah suatu dalil atau pernyataan yang diyakini kenarannya karena terbukti
dengan sendirinya, karena tidak perlu adanya pembuktian untuk menguji
kebenarannya. Meskipun aksioma ini diidentikan
dengan postulat, akan tetapi aksioma di sini merupakan pernyataan yang
sifatnya eviden sedangkan postulat tidak eviden, meskipun keduanya sama-sama
suatu pernyataan yang diasumsikan benar tanpa adanya bukti.
5. Teori
adalah suatu pemikiran yang berupa prinsip umum yang ilmiah atau rasional
tentang suatu fakta yang telah teruji kebenarannya meskipun kebenarannya tidak
bersifat mutlak. Teori ada dua macam yakni teori
umum yakni suatu pernyataan apabila
ia benar maka ia benar secara universal. Dan
teori khusus yakni teori yang
berkaiatan dengan sejumlah fakta-fakta partikular tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Anees,
Bambang Q. Dan Radea Juli A. Hambali, Filsafat
untuk umum,Cet. I, Jakarta: Kencana, 2003.
Komaruddin
dan Dra. Yooke Tjuparmah S. Komaruddin,M.Pd., Kamus istilah karya Tulis
ilmiah, Cet.IV, Jakarta: Bumi Aksara. 2000.
Maran,
Rafael Raga, pengantar logika, tc.,
Jakarta: PT. Grasindo, 2007.
Mundiri, Logika, Ed. I, Jakarta: PT
.RajaGrafindo Persada, 2008
Partanto,
Pius A. Dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus
Ilmiah Populer, tc., Surabaya: Arkola, 1994.
Poespoprodjo,
W., Logika Scientifikas, tc.,
Bandung: Pustaka Grafika, 1999.
Salam
Burhanuddin, Pengantar Filsafat, Ed.
I,Cet. VI, Jakarta: Bumi Aksara, 2005
Sidharta,
B. Arief, Pengantar Logika: Sebuah Logika
Pertama Pengenalan Medan Telaah,
Cet. II, Bandung: PT. Refika Aditama, 2008.
Soekadijo,
R.G., Logika Dasar, tc., Jakarta: PT
Gramedia, 1991.
Surajiyo,
dkk., Dasar-dasar Logika, tc.,
Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Wallace,
Walter L., Metode Logika Ilmu Sosial,
tc., Jakarta: Bumi Aksara, 1994.
Wiramihardja,
Sutardjo A., Pengantar Filsafat:
Sistematiaka Filsafat, Sejarah Filsafat, Logika dan Filsafat Ilmu
(Epistemologi), Metafisika dan Filsafat Manusia, Aksiologi, Cet. II,
Bandung: PT. Refika Aditama, 2007.
http://id.wikipedia.org/wiki/teori#cite
note-0, 2 oktober 2009.
http://www.harypr.com/kajian17,pph,
Sekilas Tentang Filsafat, 5 oktober
2009.
www.aksioma.com,
Aksioma, tgl 5 oktober 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar