Minggu, 27 Maret 2016

EKOLOGI ADMINISTRASI NEGARA

GENERALISASI EMPIRIK
(Proposisi, Postulat, Aksioma, dan Teori)
A.PENDAHULUAN
Berbicara mengenai filsafat, maka suatu keniscayaan untuk memisahkannya dari ilmu dan ilmu pengetahuan itu sendiri. Hal ini karena filsafat adalah induk dari semua ilmu pengetahuan. Manusia di anugrahi akal pikiran sehingga menjadikannya lebih tinggi derajatnya dari mahluk ciptaan Tuhan yang lain. Dengan akal pikiran inilah  manusia melakukan  pengembaraan mencari hakikat dan kehidupan , mencapai sebuah kebenaran atas hakikat segala sesuatunya. Kerena dalam arti praktisnya berfilsafat adalah berpikir. Namun tidak setiap berpikir itu berfilsafat. Berfilsafat dalam hal ini berpikir secara logis, rasional, universal, bebas dan radikal.
Filsafat juga dapat dikatakan sebagai kegiatan intelektual yang secara kritis-radikal mencoba memahami hakikat sesuatu, atau sejauh yang dapat dijangkau oleh akal budi mencari sebab terdalam dari segala sesuatu dengan segala implikasinya, berdasarkan kekuatan akal budi tampa menggantungkan diri pada otoritas manapun juga. 1 Filsafat dapat dibagi ke dalam metafisika atau ontologi yang merenungkan hakikat hal yang ada, epistemologi yang merenungkan hakikat pengetahuan dan landasan pengetahuan manusia, Logika yang merenungkan hakikat berpikir,Etika yang merenungkan hakikat nilai dan perilaku yang baik, dan Estetik yang merenungkan hakikat nilai keindahan.2



                                                               
               1 Berbagai ragam definisi yang di berikan para ahli filsafat, namun pada hakikatnya mempunyai makna dan muara yang sama. Setidaknya itulah yang bisa kami simpulkan dari berbagai definisi yang ada.


Berfilsafat adalah berpikir –di antaranya-secara logis. Ini verarti dalam berfilsafat perlu adanya penelaran yang sangat mendalam untuk mencapai kebenaran atas hakikat sesuatu. Dalam hal ini maka logika3 sebagai suatu ilmu yang mempelajari teknik-teknik dan kaidah-kaidah penalaran yang tepat 4 menjadi salah satu cabang filsafat.Yang menjadi satuan penalaran dalam logika adalah argumen. Penalaran berlangsung lewat argumen sebagai kelompok proposisi. Proposisi tersusun dari premis ke konklusi lewat generalisasi yang diperoleh dari sejimlah fenomena yang ada (generalisasi empirik), tersusun atas postulat, aksioma dan akhirnya menghasilkan sebuah teori. Hal inilah yang selanjutnya akan kami bahas dalam makalah ini.
Jadi permasalahan yang kami angkat dalam makalah ini-sesuai dengan judul makalah-adalah mengenai apa itu: 1.Generalisasi Empirik, 2.Proposisi, 3.Postulat, 4.Aksioma, dan 5.Teori.



                                                                                     
                2 Lihat, B. Arief Sidharta, Pengantar Logika: Sebuah Langkah Pertama Pengenalan Medan Telaah. (Cet. II, Bandung: PT. Rafika Aditama, 2008), h.3.
               3 Istilah “logika” berasal dari kata sifat “logike” dalam bahasa yunani. Kata bendanya adalah “logos” yang berarti perkataan sebagai manifestasi pikiran manusia.A.A.Luce-sebagaimana yang di kutip oleh B. Arief Sidharta-mengatakan bahwa “logos” berarti wacana (discourse). Jadi “pikiran” dan “kata” mempunyai hubungan erat,artinya bahwa bahasa (tutur kata) berkaitan erat dengan pikiran. Cara orang berbahasa mencerminkan caranya berpikir dan jalan pikirannya. Jadi, secara etimologikal, logika berarti ilmu yang mempelajari (jalan) pikiran yang di nyatakan atau diungkapkan dalam bahasa. Para pelopor studi logika ini adalah: zeni, kaum Sofis, Socrates,Plato, Phytagoras. Tetapi “bidan” yang melahirkan logika sebagai sebuah disiplin ilmu adalah Aristoteles, Theoprostus, dan Kaum Stoa yang karya-karyanya menghasilkan apa yang sekarang di sebut logika klasik. Lihat: Ibid. Baca pula: Sutardjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafat: Sistematika Filsafat, Sejarah Filsafat, Logika dan Filsafat Ilmu (Epistemologi), Metafisika dan Filsafat manusia, Aksiologi, (Cet.II, Bandung: PT.Refika Aditama, 2007),h.28-31.
               4 http:..www.harypr.com/kajian17.php.,Sekilas Tentang Filsafat, 5 Oktober 2009.
B. GENERALISASI EMPIRIK
Pengertian generalisasi
       Generalisasi secara etimologis berasal dari bahasa latin, Generalis yang berarti; umum, seluruh jenis, semuanya; generaliter: pada umumnya, dalam arti luas.5 Selanjutnya diartikan sebagai: 1. Pernyataan, hukum, prinsip, atau proposisi umum, 2.Kesimpulan umum, 3. Sumber primer yang menghasilkan deskripsi umum mengenai apa yang telah terjadi.6 Dalam kamus ilmiah populer, generalisasi didefenisikan  sebagai’penyamaratan, proses pemikiran yang bertujuan untuk memproleh pendapat secara menyeluruh bagi ummat manusia.7
Mundiri didefinisikan generalisasi sebagai “ proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki”.8  Dengan begitu, hukum yang disimpulkan  dari fenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki. Oleh karena itu hukum yang dihasilkan  oleh penalaran ini tidak pernah sampai pada kebenaran pasti, tetapi kebenaran kemungkinan besara (probability).
Macam-macam generalisasi
            Berdasarkan kuantitas fenomena yang menjadi dasar penyimpulan generalisasi dibedakan menjadi dua  macam, yaitu generalisasi sempurna dan generalisasi sebagian atau generalisasi tidak sempurna. Generalisasi sempurna adalah

                                                                                          
               5 Komaruddin dan Yooke Tjuparmah S. Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah. (Cet.IV, Jakarta: Bumi Aksara, 2000). h. 77.
               6 Ibid
                    7 Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer,(tc., Surabaya: Arloka, 1994), h.197
                8 Mundiri,Logika,(Ed. I, Jakarta:PT Rajagrafindo Persada, 2008). h. 145.

generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki.9 Misalnya saja kita memperhatikan setiap bulan dalam tahun masehi kemudian disimpulkan bahwa semua bulan  masehi mempunyai hari tidak lebih dari 31, maka dalam penyimpulan ini keseluruhan fenomena yakni jumlah hari dalam setiap bulan diselidiki tanpa ada yang ditinggalakan. Generalisasi semacam ini tentu memberikan kesimpulan yang amat kuat dan tidak dapat diserang.
       Generalisasi tidak sempurna yaitu generalisasi berdasarkan sebagian fenomena yang mendapatkan  kesimpulan yang berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki.10 Misalnya saja setelah kita menyelidiki sebagian warga Amerika Serikat bahwa mereka adalah manusia yang menganut paham liberalisme,  kemudian kita simpulkan bahwa Amerika Serikat adalah bangsa leberal, maka penyimpulan ini adalah generalisasi tidak sempurna. Menurut para ahli, generalisasi di sebut sebagai induksi tidak sempurna dan teknik inilah yang paling banyak di gunakan dalam menyusun ilmu pengetahuan. Isaac Newton juga mendasarkan kesimpulannya pada generalisasi tidak sempurna atas teorinya yang masyhur tentang hukum gravitasi. Ilmu-ilmu kealaman semua disusun berdasarkan generaliassi tidak sempurna, demikian pula ilmu-ilmu sosial.
       Menurut kami, meskipun jenis generalisasi yang kedua ini tidak yang menghasilkan kesimpulan sampai ke tingkat pasti-sebagaimana jenis generalisasi yang pertama-tetepi corak generalisasi yang kedua ini jauh lebih praktis dan lebih ekonomis dibanding yang pertama. Oleh karena itu tugas ilmu ( yang disusun berdasarkan fakta-fakta abservasi) tidak untuk menyajikan kebenaran probabilitas, maka adalah keliru jika kita menyadari bahwa ilmu menyajikan hulum-hukum yang kebenarannya mutlak.



                                                                        
                         9 Ibid. h. 147
                         10 Ibid.

Jadi bila kita berbicara tentang generalisasi maka selalu dimaksudkan adalah generalisasi tidak sempurna, karena inilah yang sesuai dengan prinsip penyipulan  dalam ilmu pengetahuan. Meskipun generalisasi ini hanya mendasarkan pada sejumlah fenomena namun kesimpulan yang dihasilkan akan sahih dan kuat apabila didasarkan atas prosedur yang benar. Apabila generalisasi ini kemudian disertai dengan penjelasan’mengapa’ maka kebenaran yang dihasilkan  akan lebih kuat lagi.
       Kita telah mengetahui bahwa tingkat kepercayaan atau kebenaran suatu generalisasi tergantung bagaimana tingkat terpenuhinya jawaban atas evaluasi sebagaimana tersebut di atas. Bagaimanapun juga ada kecenderungan umum untuk membuat generalisasi berdasarkan fenomena yang sangat sedikit sehingga tidak mencukupi syarat yang dibuat generalisasi. Hal ini juga bisa di sebut sebagai generalisasi tergesa-gesa.11 Dalam kehidupan sehari-hari kekeliruan seperti ini sering sekali terjadi.
       Untuk menguji apakah generalisasi yang dihasilkan cukup kuat untuk dipercaya, dapat kita evaluasi sebagai berikut:
1.    Apakah sempel yang digunakan secara kuatitatif cukup mewakili. Memang tidak ada ukuran yang pasti berapa jumlah fenomena individual yang diperlukan untuk dapat menghasilkan  kesimpulan yang terpercaya. Semakin banyak jumlah fenomena yang digunakan semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan.
2.    Apakah sempel yang digunakan cukup bervariasi. Semakin banyak variasi sempel, semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan.
3.    Apakah dalam generalisasi ini di perhitungkan hal-hal yang menyimpang dengan fenomena umum atau tidak. Kekecualian-kekecualian harus diperhitungkan juga, terutama jika kekecualian itu cukup besar jumlahnya. Dalam hal kekecualian cukup besar, tidak mungkin di adakan generalisasi. Bila kekecualian sedikit jumlahnya harus di rumuskan dengan hati-hati; kata-kata seperti; ‘semua’, ‘setiap’, ‘selalu’,’tidak pernah’, ‘selamanya’, dan sebagainya harus di  hindari. Pemakaian kata; ‘hampir seluruhnya’, ‘sebagian besar’, ‘kebanyakan’, harus di dasarkan atas pertimbangan rasional yang cermat. Semakin cermat faktor-faktor pengecualian di perhitungkan, semakin kuat kesimpulan yang di hasilkan.
                                                                      

       11 W. Poespoprodjo, Logika Scientifikas, (tc.,Bandung: Pustaka Grafika, 1999), h.242.
4.    Apakah kesimpulan yang di rumuskan konsisten dengan fenomena individual. Kesimpulan yang di rumuskan haruslah merupakan konsekuensi logis dari fenomena yang di kumpulkan, tidak boleh memberikan tafsiran menyimpang dari data yang ada.12
Generalisasi Empirik
       Generalisasi yang tidak di sertai dengan penjelasan “mengapa” atau generalisasi yang berdasarkan fenomenanya semata-mata, itulah yang di sebut Generalisasi Empirik.13 Dalam Kamus Istilah karya Ilmiah, generalisasi empirik di definisikan sebagai: ‘suatu hukum, hipotesis, proposisi, atau tesis yang di rumuskan atas dasar pengamatan terhadap suatu kenyataan tertentu dan spesifik, fakto-faktor yang di anggap konstan (atau di asumsikan)”14 Jadi menurut kami,generalisasi empirik itu adalah suatu bentuk generalisasi (tentunya generalisasi yang tidak sempurna) yang hanya mendasarkan penyimpulannya pada  fenomenanya semata-mata tanpa di sertai penjelasan mengapa fenomena seperti itu berlaku.
       Misalnya saja kita mempercayai generalisasi Darwin bahwa “ semua kucing berbulu putih dan bermata biru adalah tuli”. Pernyataan ini di dasarkan atas generalisasi yang benar dan terpercaya, sehingga kita semua mengakui kebenaran pernyataan ini.

                                                                                      
               12 Lihat: Mundiri, Op. Cit., 149-150. Baca pula: R. G.Soekadijo, Logika Dasar, (tc., Jakarta: PT Gramedia, 1991), h. 135.
               13 Lihat; Mundiri, Op. Cit., h. 153. Bandingkan pula penjelasan ini pada: Walter L. Wallace, Metode Logika Ilmu Sosial, (tc., Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h.36.
                14 Komaruddin dan Yooke Tjuparmah S. Komaruddin, Loc.Cit.
  




Tetapi sejauh pernyataan ini hanya mendasarkan kepada fenomenanya saja, maka merupakan generalisasi empirik. Apabila kemudian kita dapat menjelaskan mengapa kucing yang serupa itu adalah tuli, yakni menghubungkan bahwa ketiadaan pigmen pada bulu kucing dan warna matanya mengakibatkan organ pendengarannya tidak berfungsi maka generalisasi ini disebut generalisasi dengan penjelasan (explained generalization). Generalisasi ini mempunyai taraf kebenaran hampir setingkat dengan generalisasi sempurna.
       Sudah di ketahui bahwa penalaran yang menyimpulkan suatu konklusi yang bersifat umum dari premis-premis yang berupa proposisi empirik itu di sebut generalisasi empirik. Prinsip yang menjadi penalaran generalisasi itu dapat di rumuskan demikian: Apa yang terjadi berkali-kali dalam kondisi tertentu, dapat di harapkan akan selalu terjadi apabila kondisi yang sama terpenuhi. Dua kali kita jumpai apel masam dalam kondisi keras dan hijau. Maka ketika melihat apel ketiga memenuhi kondisi keras dan hijau,kita menyimpulkan, bahwa dapat di harapkan apel itu pun masam rasanya.15 Kesimpulan itu hanya satu harapan , suatu kepercayaan, karena seperti di katakan di atas, konklusi penalaran induktif tidak mengandung kebenaran yang pasti, akan tetapi hanya berupa suatu probabilitas,suatu peluang.
       Kebanyakan generalisasi pada kehidupan kita adalah generalisasi empirik, yang berjalan bertahun-tahun bahkan berabad-abad sampai akhirnya dapat di terangkan. Manusia telah lama mengetahui dan mereka telah menyimpulkan bahwa sebuah benda yang di lemparkan ke atas akan jatuh kembali ke bawah dan bahwa laut manapun bergelombang naik turun, tetapi baru dapat di terangkan mengapa hal itu bisa terjadi setelah Isaac Newton menemukan hukum navigasi.
       Jadi benarlah bahwa hukum alam mula-mula di rumuskan melalui generalisasi empirik kemudian setelah di ketahui hubungan kausalnya,maka lahirlah generalisasi dengan penjelasan dan inilah yang melahirkan penjelasan ilmiah.16


                                                                        
               15 Lihat; Surajiyo, dkk., Dasar-dasar Logika, (tc., Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 61.
C. PROPOSISI
Pengertian Proposisi
       Kata ‘Proposisi’ berasal dari bahasa latin, Proposotion, yang berarti: pokok, hal menunjukkan, tema, hal menampilkan.17 Selanjutnya proposisi di artikan sebagai: 1.Anggapan mengenai sesuatu,2. Perumusan masalah,3. Dalam silogisme; pangkal pertama/mayor,4. Sesuatu yang di usulkan atau di tawarkan untuk di pertimbangkan atau di terima,5. Suatu ungkapan dalam bahasa atau isyarat-isyarat mengenai sesuatu yang mungkin benar atau salah,6. Suatu proyek atau situasi yang membutuhkan tindakan,7. Suatu penuturan yang utuh,8. Suatu ungkapan keputusan dalam kata-kata atau manifestasi keputusan.18
       Proposisi merupakan unit terkecil dari pemikiran yang mengandung maksud sempurna.19 Jika kita menganalisis suatu pemikiran, misalnya suatu buku, kita akan mendapati kesatuan pemikiran dalam buku itu,kemudian lebih khusus lagi dalam bab-babnya, kemudian pada paragrafnya dan akhirnya pada unit yang tidak bisa di bagi lagi yakni yang di sebut proposisi. Proposisi itu sendiri masih bisa di analisis lagi menjadi kata-kata, tetapi kata-kata hanya menghadirkan pengertian sesuatu, bukan maksud atau pemikiran sesuatu. Semua pernyataan pikiran yang mengungkapkan keinginan dan kehendak tidak dapat di nilai benar dan salahnya bukanlah proposisi.20

                                                                        
                        16 Lihat: Mundiri, Op.Cit., h.154-155.
                        17 Komaruddin dan Yooke Tjuparmah S. Komaruddin, Op.Cit., h. 208
                        18 Ibid
                        19 Mundiri,  Op.Cit., h.54.
               


Proposisi adalah pernyataan dalam bentuk kalimat yang dapat di nilai benar dan salahnya. Dengan kata lain, proposisi adalah pernyataan untuk mengiyakan atau menyangkal sesuatu yang dapat di ujicoba.21 Jadi pada hakikatnya proposisi adalah pendirian atau pendapat tentang sesuatu hal, yakni pendirian atau pendapat tentang hubungan antara dua hal. Terhadap proposisi dapat di kenakan penilaian benar atau salah, karena pendirian seseorang tentang hubungan antara dua hal itu dalam kenyataan dapat benar dapat juga salah.
       Jadi setidaknya proposisi terdiri dari pokok yang di bicarakan (subyek), apa yang di sangkal atau di nyatakan  (predikat), dan hubungan yang sifatnya menyatukan atau memisahkan (copula) dan quantifier, banyaknya satuan yang di ikat oleh term subyek.22 Apa yang di ajukan sebagai pendirian tentang hubungan antara dua hal tersebut di rumuskan dalam sebuah kalimat. Jadi setiap proposisi berupa kalimat, tetapi tidak semua kalimat adalah proposisi. Hanya kalimat deklaratif yang di sebut proposisi. Karenanya walaupun proposisi itu harus di rumuskan dengan sebuah kalimat,namun proposisi itu tidak boleh begitu saja diidentikkan dengan kalimat. Sebab, sebuah proposisi tertentu dapat di ungkapkan dengan kalimat yang berbeda-beda. Artinya, beberapa kalimat yang berbeda, yakni rangkaian kata-kata yang di gunakan tidak sama, dapat mengungkapkan sebuah proposisi (hubungan antara dua hal) yang sama.23






                            20Lihat, Ibid.
          21http://www.harpy.com/kajian 17,php, Sekilas Tentang Filsafat, 5 oktober 2009.
          22Aristoteles memandang bahwa setidaknya proposisi terdiri atas tiga bagian, subjek, pedikat dan copula. Bambang Q. Ances dan Radea Juli A.Hambali, Filsafat Untuk Umum. ( Cet. I, Jakarta: Kencana, 2003), h. 202.
         23Lihat; B. Arief Sidharta, Op. Cit., h.29
          Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa hanya kalimat deklaratif yang dinamakan proposisi. Suatu kalimat deklaratif mengekspreskan suatu penegasan, entah secara alfirmatif entah secara negatif. Benar atau salahnya isi penegasan itu dapat diuji coba atau dibuktikan. Benar pada dasarnya adalah persesuaian antara pikiran dan kenyataan.24 pernyataan”rusa adalah seekor hewan” adalah benar karena kenyataannya memang seperti itu. Ukuran kebenaran yang kedua adalah persesuain  atau tidak adanya pertentangan dalam pernyataan tersebut.25 Misalnya pernyataan “Hamidah adalah seorang jujur yang suka menipu”. Pernyataan tersebut tentu saja salah karena antara”jujur’ dan suka menipu” bertentangan.
Macam-macam proposisi
       Dalam logika dikenal adanya dua macam proposisi menurut sumbernya, yaitu proposisi analitik dan proposisi sintetik. Proposisi analitik adalah proposisi yang predikatnya mempunyai pengertian yang sudah terkandung pada subjeknya. Contoh;” sirsak adalah buah-buahan” pengertiannya sudah terkandung pada subjek “sirsak”. Jadi tidak mendatangkan pengetahuan baru. Untuk menilai benar tidaknya kita lihat ada tidaknya pertentangan dalam diri pernyataan itu. Proposisi analitik di sebut juga proposisi a priori.
       Proposisi sintetik adalah proposisi yang predikatnya mempunyai pengertian yang bukan keharusan bagi subjeknya. Contoh: “sirsak itu manis”. Kata” manis” pengertiannya belum terkandung pada subjeknya yaitu”sirsak”. Ini mendatangkan pengetahuan  baru yang dapat melalui pengalaman. Proposisi sintetik adalah lukisan dari kenyataan empirik maka untuk menguji benar salahnya diukur berdasarkan sesuai tidak dengan kenyataan empiriknya. Proposisi ini di sebut juga proposisi a posteriori.27
  



                       24Mundiri, Op. Cit., h.10.
                       25Lihat, Ibid.
                         26Proposisi sintetik dan anlitik adalah konsep yang dikemukakan oleh Immanuel Kant.
Lihat: Ibid. h. 55.
       Namun secara umum proposisi dapat dibagi atas:  proposisi kategoris, proposisi hipotesis dan proposisi modalitas.28
       Proposisi kategorik adalah proposisi yang mengandung pernyataan tanpa adanya syarat. Kualitas proposisi kategorik bisa afirmatif ataupun negatif dengan melihat copulanya. Dan kuantitasnya bisa universal, partikular atau singular tergantung pada quantifernya.29
       Proposisi hipotesis mengekspresikan  redaksi ketergantungan antara dua gagasan, baik dalam bentuk oposisi, maupun dalam bentuk kemiripan. Di dalam proposisi hipotesis terdapat afirmai atau negasi yang bersifat kondisional. Dengan perkatan lain, di dalam proposisi hipotesis term predikatnya menerangkan term subjek dengan  suatu syarat. Proposisi ini ada tiga macam, yakni pertama, proposisi kondisional yakni proposisi yang menyatakan suatu kondisi atau hubungan ketergantungan  antara dua proposisi. Hubungan tersebut menunjukan bahwa proposisi yang satu pasti mengikuti proposisi yang lainnya adanya kondisi tertentu. Kedua, proposisi  disjungtif  yakni proposisi yang mengandung pilihan  antara dua kemungkinan. Dan yang ketiga, proposisi konjungtif, proposisi yang memiliki dua predikat yang kontraris yang tidak mungkin sama-sama memilki kebenaran pada saat yang sama.
       Proposisi modalitas adalah proposisi yang didalamnya terdapat kata-kata yang menyatakan tingkat-tingkat kepastian, seperti kata-kata’tentu’,’niscaya’,’mungkin’,’tidak tentu’,’tidak niscaya’,’tidak mungkin’,’pasti’, mustahil’.






                                            27Lihat, Ibid, h. 55-56
                          28Rafael Raga Maran, Pangantar Logika,(tc., Jakarta: PT. Grasindo, 2007) h.65.   Bandingkan pula pembagian proposisi ini pada: Mundiri, Op. Cit, h.56
                           29Untuk lebih jelasnya baca: Ibid., h.56-69
Proposisi modalitas tidak sekedar menyatakan bahwa predikat merupakan  bagian dari subjek atau tidak merupakan bagian dari subjek, melainkan juga menyatakan bagaimana predikat itu menjadi bagian atau tidak menjadi bagian dari subjek. Proposisi modalitas terbagi atas empat yaitu, pertama, proposisi modalitas mutlak,  yakni proposisi yang di dalamnya predikat tidak dapat berfungsi lain, kecuali menjadi bagian dari subjek. Kedua, proposisi modalitas kontingen, yakni proposisi yang mengekspresikan suatu kebenaran yang bersifat sementara (kontingen), ketiga, proposisi modalitas yang mungkin, yakni proposisi yang mengekspresikan  suatu kemungkinan, yaitu suatu identitas yang mungkin terjadi antara subjek dan predikat, keempat, proposisi modalitas tidak mungkin, yakni proposisi yang menyatakan sesuatu yang tidak dapat terjadi.31
D. POSTULAT
Pengertian postulat
Postulat berasal dari bahasa latin, postulo ( menganggap, menghendaki); postulatum (tuntutan, keinginan, anggapan).31 Selanjutnya diartiakan: 1. Suatu hipotesis yang di kembangkan sebagai dasar esensial suatu sistem berpikir atau premise dari serentetan penalaran, 2. Dalil yang dianggap benar, kendatipun kebenarannya tidak dapat dibuktikan, 3. Pengadaian yang keabsahannya tidak dapat dibuktikan, namun harus diandaikan supaya dapat memahami gejala dalam rangka kesatuan berpikir, 4. Dalam matematika, aksioma.32
Biasanya setiap pernyataan tentang suatu fenomena atau fakta harus di uji kebenarannya, apakah hal tersebut benar ataukah salah sebelum kita meyakininya. Namun adakalanya beberapa ide atau fakta, harus di terima sebagai postulat, yaitu kita terima atau kita yakini sebagaimana adanya.




                                          30Lebih jelasnya, baca: Rafael Raga Maram, Op. Cit., h. 76-78
                         31Komaruddin dan Yooke Tjuparmah S. Komaruddin, Op. Cit., h.199.
                         32Ibid, Lihat pula: Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, ( Ed. I. Cet. VI, Jakarta:Bumi Aksara, 2005), h. 35.
Suatu postulat adalah suatu asumsi yang di perlukan. Ia adalah suatu pengandaian yang harus diterima untuk menjelaskan suatu fenomena natural.33 Postulat bekerja dengan baik pada hukum-hukum atau aturan-aturan dimana postulat atau aksioma di gunakan. Misalnya postulat Einstenin mengenai relativitas yang menyatakan kecepatan cahaya di ruang hampa adalah sekian meter perdetik dan sama untuk setiap pengamatan. Postulat itu di gunakan dan di ciptakan menjadi pondasi pokok dari proses relativitas yang sampai sekarang belum tergoyahkan. Postulat ini menjadi terpercaya memiliki kebenaran karena adanya kredibilitas dalam bentuk pembuktian secara filsifkasional dalam dunia fisika.34
Prinsip-prinsip Postulat
       Adapun prinsip daripada postulat adalah:
1.      Prinsip kausalitas, merupakan suatu kepercayaan bahwa setiap kejadian mempunyai sebab, olehnya itu dalam keadaan yang sama, sebab yang sama, selalu menghasilkan akibat yang sama.
2.      Prinsip ramalan yang sama, menyatakan bahwa sekumpulan kejadian akan menunjukkan sejumlah hubungan atau antar hubungan di masa depan sebagaimana telah di tunjukkan di masa lampau atau sebagaimana di tunjukkan pada masa sekarang.
3.      Prinsip obyektif, menuntut si penyelidik untuk tidak berbuat berat sebelah sehubungan dengan data yang sedang ia hadapi. Faktanya harus dapat di coba sedemikian rupa dalam cara-cara yang sama. Maksudnya ialah menghilangkan semua subjektifitas dan unsur pribadi sejauh mungkin dan sedapat mungkin untuk memusatkan perhatian terhadap obyek penelitian tersebut.
4.      Prinsip Empirisme, memungkinkan bagi peneliti untuk mengasumsi bahwa rasa impresinya itu benar, dan tes kebenaran merupakan suatu tuntutan ke arah fakta yang telah teruji. Mengetahui adalah akibat dari observasi, pengalaman dan percobaan. Maksudnya di sini-menurut kami-bahwa postulat itu teruji kebenarannya melalui pengalaman pengalaman.



                              33Rafael Raga Maram, Op. Cit., h.140
                       34Lihat; Ibid.
5.      Prinsip Parsimony, (penghematan), menyarankan bahwa untuk hal-hal yang sama,seseorang akan membuat penjelasan yang sederhana sebagai suatu pernyataan yang sah. Seorang filosof Inggris abad ke-14 bernama William Occan menyatakan, “kesatuan itu jangan di perbanyak di luar kebutuhannya”35
6.      Prinsip Isolasi atau pengasingan, meminta agar supaya fenomena yang akan di selidiki itu harus di pisahkan sehingga dapat di teliti tersendiri.
7.      Prinsip Kontrol (pengawasan), Mengutamakan pentingnya pengawasan terutama pada taraf eksperimen. Jika tidak, maka akan banyak unsur-unsur yang akan menyimpan dalam waktu yang sama,dimana eksperimen itu tidak dapat di ulang dengan cara yang sama. Seandainya berubah sementara eksperimen itu sedang berlangsung, hasilnya pun mungkin akan tidak sempurna.
8.      Prinsip pengukurang yang tepat, menuntut supaya hasil-hasilnya nanti dapat dinyatakan dalam bentuk kuantitatif atau dalam istilah-istilah matematis. Hal ini terutama menjadi tujuan akhir daripada penelitian ilmu alam.36
Dalam ilmu-ilmu alam, atau anorganik, prinsip-prinsip postulat dan kondisi-kondisi yang tersusun di atas dapat di penuhi secara memadai. Kita dapat mengisolasinya, mengontrolnya dan mangaturnya dengan derajat kebehasilan yang tinggi. Tetapi seandainya kita tiba pada masalah kepada mahluk-mahluk yang hidup terutama pada manusia dan masyarakat manusia, maka kondisi-kondisi yang baru dan sulit akan kita temukan, kita dapat mengisolasi dan mengontrol kehidupan pada taraf-taraf tertinggi tanpa mengubah sifat/isi yang sedang dipelajari. Coba pisahkan manusia dari masyarakat.








            35Prinsip ini dikenal pula dengan istilah ‘Pisau Occan’.Burhanuddin Salam, Op. Cit., h. 35.

E.AKSIOMA
Aksioma berasal dari bahasa yunani axioma, yang berarti di anggap berharga atau sesuai atau dianggap terbukti dengan sendirinya. Kata ini berasal dari axioein (dianggap berharga), axisios (yang berharga).37 Dalam bahasa inggris disebut axiom,dalam bahasa prancis,axiome, suatu pernyataan  atau dalil yang dianggap sebagai kebenaran yang terbukti sendiri; suatu dalil (propossisi) yang tidak memerlukan pembuktian atas kebenarannya, dan juga tidak dapat disimpulkan dari teori atau dalil yang lain. Sabagai suatu pernyataan yang tidak memerlukan pembuktian , maka aksioma bertindak sebagai premis untuk banyak argumen, tetapi sebagai konklusi sama sekali tidak.38 filosop yunani mengartikan tanpa perlu adanya bukti. Kata aksioma juga di mengerti dalam matematika. Akan tetapi aksioma dalam matematika bukan berarti proposisi yang terbukti dengan sendirinya melainkan dengan titik awal dari sistem logika. Suatu aksioma adalah basis dari sistem logika formal  yang bersama-sama dengan aturan infrensi mendefinisikan logika.39
Aksioma atau postulat, yaitu pernyataan  yang diasumsikan dengan  benar tanpa perlu dibuktikan. Berbeda dengan teori yang bisa dibuktikan-bahkan harus dibuktikan. Misalnya sebuah aksioma yang menyatakan “manusia adalah mahluk sosial” Berangkat dengan aksioma tersebut,bisa disusun peraturan  yang mengatur hubungan antar manusia. Meski tiap daerah memiliki kebiasannyan masing-masing, namun dengan adanya aksioma universal,maka bisa dibuat tranformasi-tranformasi yang menyebabkan satu budaya bisa berelasi dengan budaya lainnya. Sebagai ilustrasi adalah penggunaan satuan pada temperatur. Dengan adanya kesepakatan,seseorang yang menggunakan satuan celcuis dapat mentranfornmasikannya menjadi kelvin.40
Contoh lainnya,misalnya sebuah aksioma yang menyatakan;’manusia tidak dapat berkomunikasi’. Pernyataan ini terbuktikan dengan sendirinya oleh kerena memang manusia pasti berkomunikasi meskipun hanya dengan dirinya sendiri. Atau aksioma yang menyatakan:’komunikasi ada dimana-mana dan sangat potensial dalam masyarakat’. Pernyataan ini dapat dijelaskan  bahwa komunikasi memasuki setiap unsur dalam masyarakat,dengan komunikasi,sikap dan nilai-nilai kehidupan dapat bergeser atau bahkan berubah sama sekali; komunikasi adalah penyebab utama dari setiap perubahan yang terjadi di masyarakat.
                                                        
                     39www.aksioma.com, Aksioma, tgl 5 oktober 2009.
            40Lihat: Ibid.
Jadi aksioma disini-menurut kami- adalah suatu pernyataan yang eviden (jelas, terang, nyata) sehingga tidak perlu di buktikan kebenarannya. Seperti pernyataan ‘islam adalah rahmat bagi seluruh alam semesta’sudah menjadi aksioma bagi umat islam’ meskipum mungkin sebagian orang membantahnya. Dalam hal ini aksioma kadang diidentikan dengan postulat, akan tetapi menurut kami postulat meskipun juga merupakan pernyataan yang harus diterima sebagaimana adanya karena diasumsikan benar, namun ia tidak eviden sehinnga memungkinkan untuk adanya pembuktian, meskipun pada akhirnya tidak dapat dibuktikan  sehingga berakhir pada suatu kepercayaan atau keyakinan saja.

F. TEORI

Pengertian teori
      
Kata” teori” berasal dari bahasa yunani, theoria; dalil, ajaran atau paham (pandangan) tentang sesuatu berdasarkan kekuatan akal (rasio);patokan pada dasar atau garis-garis dasar sains dan ilmu pengetahuan; pedoman praktek.41 selanjutnya dalam kamus istilah karya tulis ilmiah, ‘teori’ diartikan sebagai: 1.pemikiran yang abstrak;spekulasi, 2.prisip-prisip umum atau abstrak yang mengenai kumpulan  fakta, ilmu pengetahuan atau seni; 3. Perkiraan, dugaan, atau pengadaian;  4. Suatu sistem yang terdiri atas dalil-dalil dan hipotesis dengan dasar-dasar tertentu; 5. Prisip umum yang ilmiah atau rasioanal, atau kumpulan prinsip untuk menjelaskan gejala; 6. Suatu hipotesis yang dipergunakan untuk argumen atau investigasi.42









         
                              41Pius A. Partanto dan M. Dahlan AL Barry, Op. Cit., h.746.
                       42Komaruddin dan Yooke Tjuparmah S. Komaruddin, Op. Cit., h. 270.

Pernyataan teori umumnya hanya diterima secara “sementara” dan bukan merupakan  pernyataan akhir yang konklusif. Hal ini mengidikasikan bahwa teori berasal dari penarikan kesimpulan pada pembuktian matematika. Dalam ilmu pengetahuan, teori berarti model atau kerangka pikiran yang menjelaskan fenomena alami atau fenomena sosial tertentu. Teori dirumuskan, dikembangkan, dan dievaluasi menurut metode ilmiah. Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun teori untuk menjelaskan,meramalkan, dam menguasai fenomena tertentu. Sering kali,teori dipandang sebagai suatu model atas kenyataan (misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan). Sebuah teori membentuk generalisasi atas banyak observasi dan terdiri atas kumpulan ide yang koheren dan saling berkaitan. Istilah teoritis dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu yang diramalkan oleh suat teori namun belum pernah terobservasi.43 Jadi teori adalah suatu pemikiran yang berupa prinsip umum yang ilmiah atau rasional tentang suatu fakta yang telah teruji kebenarannya meskupin kebenarannya tidak bersifat mutlak.
       Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar ucapan:”itu betul dalam teori, tetapi tidak dapat dilaksanakan dalam praktek”.Terhadap ucapan seperti ini dan yang serupa, kita hanya cukup dengan menjawab secara sedehana bahwa apabila tidak dapat dilaksanakan dalam praktek, maka berarti itu bukan teori yang benar. Teori merupakan analisis hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta,44 sebab teori itu tidak lain adalah interprestasi dari fakta-fakta.45 jadi sesungguhnya tidak ada perbedaan yang nyata antara teori dengan fakta, karena setiap teori yang benar adalah merupakan pernyataan suatu fakta dalam hubungannya dengan fakta yang lain.

                                                                        

             43 http://id.wikipedia.org/wiki/teori#cite_note-0,2 oktober 2009.
             44 Ibid.
             43 Lihat; Mundiri, Op,Cit., h.197.





Macam-macam teori

Ada dua macam teori, teori umum dan teori khusus. Teori umum adalah suatu pernyataan apabila ia benar maka ia benar secara universal. Ia berlaku bagi semua waktu, semua tempat, dan semua keadaan serta semua permasalahan dalam ‘kelas’ yang di nyatakannya. Pernyataan seperti: “Perjalanan kebudayaan itu melalui tahapan tumbuh, berkembang, mencapai puncak kejayaannya, mundur dan akhirnya runtuh” dan “ Semua yang kita dapati sekarang ini merupakan perkembangan yang lebih sempurna dari keadaan yang mendahuluinya”,adalah merupakan teori-teori umum.
Teori khusus adalah teori yang berkaitan dengan sejumlah fakta-fakta partikular tertentu. Ia berusaha untuk menjelaskan fakta-fakta itu dalam hubungannya yang satu dengan lainnya. Ia harus sesuai dengan fakta-fakta yang di ketahuinya, tetapi juga harus berhasil mengidentifikasikan beberapa fakta atau sejumlah fakta yang selama itu belum di ketahui.46 Misalnya bila seorang dokter setelah memeriksa seorang pasien ia menetapkan bahwa pasiennya menderita sakit ini dan untuk mengobatinya dengan cara begini, maka ia membuat teori yang bersifat khusus.
Setiap teori selalu bermula dari hipotesis, keduanya tidak ada perbedaan prinsip kecuali hanya graduasi saja. Hipotesis juga merupakan interpretasi dari fakta. Ia juga di susun berdasarkan fakta, tetapi kebenarannya belum di uji, sedangkan teori kebenarannya telah teruji. Oleh karena itulah maka dalam arti kasar, teori mencakup juga hipotesis.
Teori yang telah kita terima dapat kita gunakan untuk penelaah selanjutnya, yaitu sebagai dasar berpikir (premis) dalam usaha kita menjelaskan berbagai gejala lainnya. Demikian selanjutnya maka proses kegiatan ilmiah mulai lagi melalui tahapan yang telah di sebut dan setelah di temukan teori baru lagi, maka teori baru ini juga menjadi dasar bagi pengembangan ilmu selanjutnya, demikian seterusnya, perkembangan ilmu pengetahuan itu berproses dari teori ke teori. Jadi teori itu merupakan sumber bagi kerangka penalaran dalam penyusunan hipotesis.47

                                                          

                46 Mundiri, Op,Cit., h. 198-199.



Jadi menurut kami, teori menggambarkan keteraturan atau hubungan dari gejala-gejala yang tidak berubah di bawah kondisi-kondisi tertentu tanpa kekecualian dalam kebenarannya. Pada awalnya, teori tersebut di rumuskan sebagai suatu hipotesis (pradalil).Sesudah melalui pemeriksaan dan pengujian oleh data yang sahih dan implikasi logika ternyata benar, maka hipotesis itu menjadi teori atau tesis. Suatu dalil di katakan sah bilamana kebenaran dan kesimpulan benar-benar merupakan konsekuensi yang tidak dapat di hindarkan dari kebenaran hipotesis.

G. KESIMPULAN
            Dari uraian di atas, dapat kami simpulkan bahwa:
1.      Generalisasi empirik adalah proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang di selediki dan hukum yang di hasilkan oleh penalaran ini tidak pernah sampai pada kebenaran pasti, tetapi kebenaran kemungkinan besar (probability). Tingkat keterpercayaan atau kebenarannya tergantung bagaimana tingkat terpenuhinya jawaban atas evaluasi yang di lakukan.
2.      Proposisi adalah pendirian atau pendapat tentang sesuatu hal, yakni pendirian atau pendapat tentang hubungan antara dua hal, yang dapat di nilai benar atau salah, karena pendirian seseorang tentang hubungan antara dua hal itu dalam kenyataan dapat benar dapat juga salah. Sebuah proposisi sebagai pernyataan setidaknya terdiri atas subyek, predikat, copula dan quantifier.
3.      Postulat adalah pernyataan yang harus diterima apa adanya karena diasumsikan benar tanpa adanya bukti. Adapun prisip daripada postulat adalah: prinsip kausalitas, ramalan yang sama, objektif, empirisme, parsimony (penghematan), isolasi atau pangasingan,  kontrol (pengawasan), pengukurang yang tepat. Prinsip dan kondisi ini hanya bisa dilakukan secara memadai pada ilmu-ilmu alam atau anorganik.

                                                                      
                            47 Lihat: Ibid, h. 206.

4.      Aksioma adalah suatu dalil atau pernyataan yang diyakini kenarannya karena terbukti dengan sendirinya, karena tidak perlu adanya pembuktian untuk menguji kebenarannya. Meskipun aksioma ini diidentikan  dengan postulat, akan tetapi aksioma di sini merupakan pernyataan yang sifatnya eviden sedangkan postulat tidak eviden, meskipun keduanya sama-sama suatu pernyataan yang diasumsikan benar tanpa adanya bukti.
5.      Teori adalah suatu pemikiran yang berupa prinsip umum yang ilmiah atau rasional tentang suatu fakta yang telah teruji kebenarannya meskipun kebenarannya tidak bersifat mutlak. Teori ada dua macam yakni teori umum yakni suatu pernyataan  apabila ia benar maka ia benar secara universal. Dan teori khusus  yakni teori yang berkaiatan dengan sejumlah fakta-fakta partikular tertentu.
















DAFTAR PUSTAKA

Anees, Bambang Q. Dan Radea Juli A. Hambali, Filsafat untuk umum,Cet. I, Jakarta: Kencana, 2003.
Komaruddin dan Dra. Yooke Tjuparmah S. Komaruddin,M.Pd., Kamus istilah karya Tulis ilmiah, Cet.IV, Jakarta: Bumi Aksara. 2000.
Maran, Rafael Raga, pengantar logika, tc., Jakarta: PT. Grasindo, 2007.
Mundiri, Logika, Ed. I, Jakarta: PT .RajaGrafindo Persada, 2008
Partanto, Pius A. Dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, tc., Surabaya: Arkola, 1994.
Poespoprodjo, W., Logika Scientifikas, tc., Bandung: Pustaka Grafika, 1999.
Salam Burhanuddin, Pengantar Filsafat, Ed. I,Cet. VI, Jakarta: Bumi Aksara, 2005
Sidharta, B. Arief, Pengantar Logika: Sebuah Logika Pertama Pengenalan Medan Telaah, Cet. II, Bandung: PT. Refika Aditama, 2008.
Soekadijo, R.G., Logika Dasar, tc., Jakarta: PT Gramedia, 1991.
Surajiyo, dkk., Dasar-dasar Logika, tc., Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Wallace, Walter L., Metode Logika Ilmu Sosial, tc., Jakarta: Bumi Aksara, 1994.
Wiramihardja, Sutardjo A., Pengantar Filsafat: Sistematiaka Filsafat, Sejarah Filsafat, Logika dan Filsafat Ilmu (Epistemologi), Metafisika dan Filsafat Manusia, Aksiologi, Cet. II, Bandung: PT. Refika Aditama, 2007.
http://www.harypr.com/kajian17,pph, Sekilas Tentang Filsafat, 5 oktober 2009.
www.aksioma.com, Aksioma, tgl 5 oktober 2009.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar