BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. PUBLIK
PROBLEM
Pembahasan mengenai permasalahan publik
tidak ada habis-habisnya, tak mengurai benang kusut. Hal tersebut di karenakan
masing-masing individu memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kepentingan yang
berbeda-beda itu membuat pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders)
bersuara dan ikut menitipkan suaranya tersebut. Proses tawar-menawar
(bergaining) antar aktor pembuat kebijakan, dengan menggunakan kebebasan dan
kewenangannya, seringkali di salahgunakan, bukan untuk menyinkronkan
kepentingan rakyat, melainkan untuk kekuasaan (power) itu sendiri.
Banyaknya kepentingan yang masuk membuat
aktor-aktor pembuat kebijakan sibuk dalam merumuskan kebijakan yang akan di
terapkan. Para aktor tersebut harus menyeleksi satu persatu masalah yang ada.
Butuh waktu yang begitu ekstra untuk para pembuat kebijakan dalam mebuat
kebijakan. Karena sejatinya setiap kebijakan yang keluar merupakan hasil
assessment dari masalah publik. Namun pertanyaan yang kemudian muncul adalah
apakah semua masalah publik adalah masalah kebijakan ataukan ada yang bukan
masalah kebijakan ?
Masalah publik itu bukan masalah yang
berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari keseluruhan sistem masalah.
Karena rumitnya masalah tersebut, analisis terhadapnya pun tidak sesederhana
yang di bayangkan. Pendekatan yang di gunakan harus menyeluruh dan komprhensif
a. Perumusan
masalah publik
Dalam hal formulasi
sebuah kebijakan, fase perumusan masalah merupakan fase yang sangat krusial dan
menentukan fase perumusan menjadi fundamen dan langkah awal dalam membuat
kebijakan. Jika masalah yang diangkat salah, maka dapat berakibat fatal. Untuk
itu tidak jarang banyak kebijakan publik yang pada akhirnya malah
menyengsarakan dan bukan berpihak pada rakyat.
b. Pencarian
masalah menjadi awal ketika para perumus kebiajakan ini akan membuat kebijakan.
Para analisis kebijakan harus dapat membedakan antara masalah publik dan
masalah privat. Jika seseorang kehabisan bensin di tengah perjalanan, maka itu
di sebut masalah privat. Namun, jika terjadi kelangkaan minyak dan gas yang
melanda masyarakat luas, maka itu di sebut masalah publik.
c. Tahap
selanjutnya yaitu pendefenisian masalah. Tahap ini merupakan penganalisisan
dari metamasalah ke masalah subtantif. Dimana terjadi pengkategorian masalah-masalah
yang bersifat dasar dan umum. Setelah itu para analisis kebijakan dapat
merumuskan masalah formal yang lebih rinci dan spesifik.
d. Sekelumit
tentang ROCCIPI
Merujuk pada banyaknya
persoalan mengenai kebijakan publik, Robbert B. Seidman mencoba merancang apa
yang di sebutnya dengan ROCCIPI, mereka menyatakan bahwa suatu masalah dapat
muncul akibat adanya hal-hal yang di tesiskan tidak berjalan sebagaimana
mestinya.
Hal-hal tersebut
menurutnya antara lain :
1. Rule
(peraturan)
Peraturan dimaksudkan
untuk mengatur segala perilaku manusia, entah itu sebagai alih-alih
(pembenaran) atau malah sebaliknya. Peraturan disini menyangkut semua masalah
publik atau juga masalah yang di timbulkan oleh publik. Masalah publik dapat
muncul jika :
Pertama, rancunya atau
membingungkannya bahasa yang di gunakan dalam peraturan, seperti tidak di
jelaskannya hal-hal yang dilarang dan yang harus dilakukan oleh masyarakat.
Kedua, beberapa peraturan malah berpeluang menyebabkan perilaku bermasalah.
Ketiga, peraturan seringkali memperluas
penyebagian-penyebagian perilaku bermasalah, bukan malah menghilangkannya.
Keempat, peraturan membuka peluang bagi perilaku yang tidak transparan. Kelima,
peraturan memberikan wewenang berlebih kepada pelaksana peraturan untuk
bertindak represif.
2. Opportunity
(kesempatan)
Seorang individu akan
dapat melakukan perilaku bermasalah, jika kesempatan yang ada terbuka lebar.
Dalam hal ini, lingkungan menjadi faktor yang dominan penyebab perilaku yang
menyimpang.
Kemudian muncul
pertanyaan, “apakah lingkungan memberikan kontribusi timbulnya perilaku
bermasalah, atau malah sebaliknya, perilaku bermasalah yang mempengaruhi
lingkungan.
3. Capacity
(kemampuan)
Hal tersebut berkaitan
dengan pertukaran yang di sebabkan tidak dapat memerintah para individu untuk
melakukan hal-hal di luar kemampuannya.
4. Communication
(komunikasi)
Munculnya perilaku
bermasalah dapat di akibatkan ketidaktahuan masayarakat terhadap suatu
peraturan, ketidaktahuan tersebut di picu oleh komunikasi yang tidak berjalan
dengan baik (miss communication).
5. Interest
(kepentingan)
Kategori ini dapat di
gunakan untuk menjelaskan pandangan individu tentang akibat dan manfaat dari
setiap perilakunya. Akibat dan manfaat
yang di timbulkan bisa dalam bentuk material (keuntungan ekonomi) dan
juga non material (pengakuan dan penghargaan).
6. Process
(proses)
Merupakan sebuah
instrumen yang di gunakan dalam menemukan pembagian perilaku bermasalah dalam
atau oleh suatu organisasi. Proses itu antara lain, proses pengumpulan input,
proses pengolahan input menjadi keputusan, proses output dan terakhir proses
umpan balik.
7. Ideologi
(nilai/sikap)
Sekumpulan nilai yang
dianut oleh suatu masyarakat untuk merasa, berpikir, dan bertindak. Suatu nilai
yang berlaku dalam masyarakat biasanya merupakan hasil kesepakatan bersama dalam
sebuah kelompok.
Ketujuh hal tersebut di atas di
maksudkan untuk mempersempit dan lebih mensistematiskan ruang lingkup pandangan
para aktor pembuat kebijakan atau para analisis kebiajakan dalam mencoba
menemukan pembagian suatu persoalan yang datang dari masyarakat.
B. PUBLICK
DEMAND
Permintaan atau demand adalah permintaan
pada tingkat-tingkat tertentu atau pada waktu tertentu. Masyarakat selaku
konsumen harus membeli barang atau jasa keperluannya di pasar. Adapun
unsur-unsur yang terdapat pada permintaan yakni barang atau jasa, harga dan
kondisi yang mempengaruhi. Jadi permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang
di beli dalam berbagai situasi dan tingkat harga.
Faktor-faktor
yang biasanya mempengaruhi permintaan (demand)
a. Selera
konsumen
Saat ini handphone
blackberry sedang trend dan banyak yang di beli, tetapi beberapa tahun
mendatang mungkin blackberry sudah dianggap kuno.
b. Ketersediaan
dan harga barang sejenis pengganti dan pelengkap
Jika roti tawar tidak
ada, atau harganya sangat mahal, maka meises, selai, dan margarin akan turun
permintaannya.
c. Pendapatan/penghasilan
konsumen
Orang yang punya gaji
tunjangan besar, dapat membeli barang yang dia inginkan, tetapi jika
pendapatannya rendah maka seseorang mungkin akan mengirit pemakaian barang yang
di belinya agar jarang beli.
d. Perkiraan
harga di masa depan
Barang yang harganya di
perkirakan akan naik, maka orang akan menimbun atau membeli ketika harganya
masih rendah misalnya seperti bbm atau bensin.
e. Banyaknya
intensitas kebutuhan konsumen
Ketika flu burung dan
flu babi sedang menggila, produk masker pelindung akan sangat laris. Pada bulan
puasa, permintaan belewah, timun suri, cincau, sirup, es batu, kurma dan lain
sebagainya akan sangat tinggi di bandingkan bulan lainnya.
C. POLICY
FORMULATION
Dalam fase formulasi kebijakan publik,
realitas politik yang melingkupi proses pembuatan kebijakan tidak boleh di
lepaskan dari fokus kajiannya. Sebab bila di lepaskan kenyataan politik dari
proses pembuatan kebijakan, maka jelas kebijakan yang di hasilkan akan miskin
aspek lapangannya.
Formulasi kebijakan adalah langkah yang
paling awal dalam proses kebijakan secara keseluruhan, oleh karena apa yang
terjadi pada tahap ini akan sangat menentukan berhasil tidaknya kebijakan
publik yang di buat pada masa yang akan datang.
Formulasi kebijakan yang baik adalah
formulasi kebijakan yang berorientasi pada implementasi dan evaluasi. Sebab
seringkali para pengambil kebijakan beranggapan bahwa formulasi kebijakan yang
baik adalah sebuah uraian konseptual yang sarat dengan pesan-pesan ideal dan
normatif namun tidak membumi. Padahal sesungguhnya formulasi kebijakan yang
baik itu adalah sebuah uraian atas kematangan pembacaan realitas sekaligus
alternatif solusi yang fleksibel terhadap realitas tersebut.
Solichin menyebutkan bahwa seorang pakar
Afrika, Chief J.O Udoji (1981) merumuskan secara terperinci pembuatan kebiajkan
negara dalam hal ini formulasi kebijakan sebagai :
“keseluruhan
proses yang menyangkut pengartikulasian dan pendefinisian masalah, perumusan
kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dalam bentuk tuntutan-tuntutan
politik, penyaluran tuntutan tersebut kedalam sistem politik, pengupayaan
pemberian sanksi atau legitimasi dari arah tindakan yang dipilih, pengesahan
dan pelaksanaan implementasi, monitoring dan peninjauan kembali (umpan balik)”.
Ada empat hal yang di jadikan
pendekatan-pendekatan dalam formulasi kebijakan dimana sudahdi kenal umum oleh
khalayak kebijakan publik yaitu :
1. Pembuatan
kekuasaan dalam pembuatan kebijakan publik
2. Pendekatan
rasionalitas dan pembuatan kebijakan publik
3. Pendekatan
pilihan publik dalam pembuatan kebijakan publik
4. Pendekatan
pemrosesan personalitas, kognisi, dan informasi dalam formulasi kebijakan
publik.
D. POLICY
DECISION
Keputusan atau decision adalah membuat
pilihan diantara beberapa kemungkinan, sedangkan pengambilan keputusan menunjuk
pada proses yang terjadi sampai keputusan itu tercapai. Keputusan merupakan
konsep pokok dari politik yang menyangkut keputusan-keputusan yang diambil
secara kolektif serta mengikat seluruh masyarakat. Keputusan itu dapat
menyangkut tujuan masyarakat maupun menyangkut kebijakan-kebijakan untuk
mencapai tujuan itu. Oleh karena itu, setiap proses membentuk kebijakan umum
atau kebijakan pemerintah adalah hasil dari suatu proses mengambil keputusan, yakni
memilih diantara beberapa alternative, yang akhirnya di terapkan sebagai
kebijaksanaan pemerintah.
E. POLICY
IMPLEMENTATION
Dalam pengertian yang luas,
implementasi kebijakan mempunyai makna
pelaksanaan undang-undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan
tekhnik bekerja bersama-bersama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya meraih
tujuan-tujuan kebijakan atau program-program yang ingin dicapai. Juga bisa
dimaknai sebagai fenomena yang kompleks yang dapat di pahami sebagai suatu
proses, keluaran (output) maupun sebagai suatu dampak (outcame). Ia juga bisa
diartikan dalam konteks keluaran, atau sejauh mana tujuan-tujuan yang telah di
rencanakan mendapat dukungan.
Menurut Grindle (1980), implementasi
kebijakan sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme
penjabaran keputusan-keputusan politik kedalam prosedur-prosedur rutin lewat
saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah,
keputusan, dan siapa yang memperoleh apa dari kebijakan.
Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu
yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari pembuatan kebijakan.
Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang
tersimpan dalam arsip jika tidak di implemetasikan (Solichin 1997).
Secara
sederhana, dapat di katakan bahwa implementasi kebijakan meliputi semua
tindakan yang berlangsung antara pernyataan atau perumusan kebijakan atau
dampak aktualnya.
Keberhasilan implementasi kebijakan
dapat di tujukan dari tiga faktor yaitu :
1. Perspektif
kepatuhan (compliance) yang mengukur implementasi dari kepatuhan strect level bereau crats terhadap atasan
mereka.
2. Keberhasilan
implementasi diukur dari kelancaran rutinitas dan tiadanya persoalan.
3. Implementasi
yang berhasil mengarah kepada kinerja yang memuaskan semua pihak terutama
kelompok penerima manfaat yang di harapkan.
(Ripley dan Franklin Policy Implementation and Bureaucracy 1986)
Kemudian
ada tiga faktor yang dapat menimbulkan kegagalan dalam implementasi kebijakan
yaitu :
1. Isu
kebijakan. Implementasi kebijakan dapat gagal karena masih ketidaktetapan atau
ketidaktegasan intern maupun ekstern atau kebijakan itu sendiri menunjukkan
adanya kekurangan yang menyangkut sumber daya pembantu.
2. Informasi.
Kekurangan informasi dengan mudah mengakibatkan adanya gambaran yang kurang
tepat baik kepada objek kebijakan maupun kepada para pelaksana dari isu
kebijakan yang akan di laksanakannya dari hasil-hasil kebijakan itu.
3. Dukungan.
Implementasi kebijakan publik akan sangat sulit bila pada pelaksanaannya tidak
cukup dukungan untuk kebijakan tersebut.
(Jam Marse 1997).
F. POLICY
EVALUATION
Sebuah kebijakan publik tidak bisa di
lepas begitu saja, tanpa di lakukan evaluasi. Evaluasi kebijakan dilakukan
untuk menilai sejauh mana keefektifan kebijakan publik untuk di pertanggung
jawabkan kepada publiknya dalam rangka mencapai tujuan yang telah di tetapkan.
Evaluasi di butuhkan untuk melihat kesenjangan antara harapan dan kenyataan.
Menurut Winarno, bila kebijakan di
pandang sebagai suatu pula kegiatan yang berurutan, maka evaluasi kebijakan
merupakan tahap akhir dari dalam proses kebijakan. Namun demikian, ada beberapa
ahli yang mengatakan sebaliknya bahwa evaluasi bukan merupakan tahap akhir dari
proses kebijakan publik. Pada dasarnya kebijakan publik di jalankan dengan
maksud tertentu untuk meraih tujuan-tujuan tertentu dengan berangkat dari masalah-masalah
yang telah di rumuskan sebelumnya. Evaluasi di lakukan karena tidak semua
kebijakan meraih hasil yang di inginkan, evaluasi kebijakan di tujukan untuk
melihat sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan atau untuk mengetahui apakah
kebijakan publik yang telah di jalankan meraih dampak yang di inginkan. Dalam
bahasa yang lebih singkat evaluasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk menilai
“manfaat” suatu kebijakan.
1. Tipe
evaluasi kebijakan publik
a. Sumative
evaluation, adalah penilaian dampak dari suatu program, di sebut juga dengan
evaluasi dampak (outcame evaluation).
b. Formative
evaluation, adalah penilaian terhadap proses dari program, di sebut pula
evaluasi proses.
Dane (Wibawa, 1994)
2. Fungsi
evaluasi
a. Eksplanasi,evaluator
dapat mengidentifikasi masalah, kondisi, dan aktor yang mendukung keberhasilan
atau kegagalan kebijakan.
b. Kepatuhan,
melalui evaluasi dapat di ketahui apakah tindakan para pelaku, baik birokrasi
maupun pelaku lainnnya, sesuai dengan standar prosedur yang di tetapkan
kebijakan.
c. Audit,
melalui evaluasi dapat di ketahui apakah output benar-benar sampai ke kelompok
saran kebijakan, atau ada kebocoran atau penyimpangan.
d. Akunting,
melalui evaluasi dapat di ketahui apa akibat ekonomi dari kebijakan tersebut.
G. FEEDBACK
Menurut Enggen dan Kauchak (1994),
feedback (balikan atau umpan balik) adalah informasi yang di berikan tentang
tingkah laku dengan tujuan untuk meningkatkan performa atau kinerja.
Menurut
Richard L. Arends (1997), feedback adalah informasi yang di berikan tentang
performa.
Menurut
Robert E. Slavin (1997), feedback adalah informasi tentang hasil-hasil yang
telah di upayakan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
PASAR
Pasar adalah salah satu dari berbagai
sistem, instuisi, prosedur, hubungan sosial dan infrastruktur dimana usaha
menjual barang, jasa dan tenaga kerja untuk orang-orang dengan imbalan uang.
Barang dan jasa yang di jual menggunakan alat pembayaran yang sah seperti uang.
Dalam
ilmu ekonomi mainstream, konsep pasar adalah setiap struktur yang memungkinkan
pembeli dan penjual untuk menukar jenis barang, jasa dan informasi. Pertukaran
barang atau jasa untuk uang adalah transaksi. Pasar peserta terdiri dari semua
pembeli dan penjual yang baik yang mempengaruhi harganya. Pengaruh ini
merupakan studi utama ekonomi dan telah melahirkan beberapa teori dan model
tentang kekuatan pasar dasar penawaran dan permintaan. Ada dua peran di pasar,
pembeli dan penjual, pasar memfasilitasi perdagangan dan memungkinkan
distribusi dan alokasi sumber daya dalam masyarakat.
B. KLASIFIKASI
PASAR
1. Pasar
Tradisional
Pasar tradisional
merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta di tandai dengan adanya
transaksi penjual dan pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar
menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran
terbuka yang di buka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan
menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah,
sayur-sayuran, telur, daging, kain pakaian, barang elektronik, jasa dan
lain-lain. Pasar tradisional di Indonesia terus mencoba bertahan menghadapi
serangan dari pasar modern. Contoh pasar tradisional adalah pasar Lagora di
Lappadata, dan pasar Sentral di Sinjai utara.
2. Pasar
Modern
Pasar jenis ini penjual
dan pembeli tidak bertransaksi secara langsung melainkan pembeli melihat label
harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan
pelayanannya di lakukan secara mandiri (swalayan) atau di layani oleh
pramuniaga. Barang-barang yang di jual selain bahan makanan seperti buah,
sayuran, daging, sebagian besar barang lainnya yang di jual adalah barang yang
dapat bertahan lama. Contoh pasar modern adalah supermarket, hypermart dan
minimarket.
Pasar dapat di kategorikan dalam
beberapa hal, yaitu menurut jenisnya, jenis barang yang di jual, lokasi pasar,
hari, luas jangkauan dan wujud.
1. Pasar
menurut luas jangkauan
a. Pasar
Daerah
Pasar ini membeli dan
menjual produk dalam satu daerah produk itu di hasilkan. Bisa juga di katakan
pasar daerah melayani permintaan dan penawaran dalam suatu daerah.
b. Pasar
Lokal
Pasar lokal adalah
pasar yang membeli dan menjual produk dalam satu kota tempat produk itu di
hasilkan. Bisa juga di katakan pasar ini melayani permintaan dan penawaran
dalam satu kota.
c. Pasar
Nasional
Pasar nasional adalah
pasar yang membeli dan menjual produk dalam satu negara tempat produk itu di
hasilkan. Bisa juga di katakan pasar ini melayani permintaan dan penawaran
dalam negeri.
d. Pasar
Internasional
Pasar ini adalah pasar
yang membeli dan menjual produk dari beberapa negara. Bisa juga di katakan luas
jangkauannya di seluruh dunia. Contohnya pasar kopi santos di Brazil.
2. Pasar
menurut wujud
a. Pasar
Konkret
Pasar konkret adalah
tempat pertemuan antara penjual dan pembeli yang di lakukan secara langsung.
Konsumen dan produsen juga dapat dengan mudah di bedakan. Contohnya adalah
bursa komoditi, bursa saham dan sebagainya.
b. Pasar
Abstrak
Pasar abstrak adalah
pasar yang lokasinya tidak dapat dilihat dengan kasat mata, konsumen dan
produsen tidak bertemu secara langsung, biasanya dapat melalui internet,
pemesanan melalui telepon dan lain-lain.
3. Pasar
menurut barang yang di perjual belikan
a. Pasar
Barang Konsumsi
Pasar ini adalah pasar
yang menjual barang-barang yang dapat langsung di pakai untuk kebutuhan rumah
tangga.
b. Pasar
barang produksi
Pasar ini adalah pasar
yang memperjualbelikan faktor-faktor produksi. Misalnya pasar-pasar mesin,
pasar tenaga kerja, dan pasar uang.
4. Pasar
menurut waktu penyelenggaraan
a. Pasar
Harian
Pasar harian adalah
pasar yang kegiatan jual belinya di lakukan tiap hari. Pasar harian ini umumnya
terdapat di desa ataupun di kota.
b. Pasar
Mingguan
Pasar ini adalah pasar
yang kegiatan jual belinya di lakukan hanya satu kali dalam seminggu. Pasar ini
terdapat di daerah-daerah pedesaan.
c. Pasar
Temporer
Pasar temporer adalah
pasar yang di selenggarakan organisasi atau instansi pada acara tertentu, atau
di adakannya hanya sewaktu-waktu (tidak tetap).
C. PUBLIK
PROBLEM
Kegagalan
Pasar
1. Adanya
barang publik (public good)
Terdapat beberapa jenis
barang yang tidak seorang pun yang bersedia menghasilkannya atau mungkin di
hasilkan, tapi oleh pihak swasta dan dalam jumlah yang terbatas, jenis barang
tersebut di namakan barang publik murni yang mempunyai dua karateristik utama,
yaitu penggunaannya tidak bersaingan dan tidak di tetapkan pengecualian. Ciri khas
dalam barang publik ini adalah tidak ada pengecualian membayar dan yang tidak
membayar pun tetap dapat menggunakan barangnya dan konsumsi tidak akan
mengurangi konsumsi yang lain. Dengan adanya barang publik, maka kegagalan
pasar dapat terwujud, karena pelaku-pelaku pasar mendapatkan kerugian. Ini
adalah salah satu masalah publik dalam dunia pasar.
2. Eksternalitas
Eksternalitas timbul
karena tindakan konsumsi atau produksi dari satu pihak mempunyai pengaruh
terhadap pihak lain dan tidak ada konpensasi yang di bayar oleh pihak yang
menyebabkan atau konpensasi yang di terima oleh pihak yang terkena dampak
tersebut.
3. Pasar
tidak lengkap
Indikator pasar lengkap
adalah apabila pasar tersebut menghasilkan semua barang dan jasa yang biaya
produksinya lebih kecil daripada harga yang mau di bayar oleh masyarakat. Namun
pada kenyataannya ada beberapa jenis jasa yang tidak di usahakan dalam jumlah
yang cukup walaupun biaya penyedia tersebut lebih kecil daripada apa yang mau
di bayar oleh masyarakat. Kondisi tersebut di sebut pasar tidak lengkap.
4. Kegagalan
informasi
Kegagalan informasi
atau informasi asimetris adalah ketika salah satu pihak dari transaksi memiliki
informasi yang lebih baik dari pihak lain. Biasanya penjual lebih tau tentang
produk tersebut daripada sang pembeli.
Kegagalan pasar juga dapat terjadi
karena pengambilan keputusan yang tidak tepat, kepentingan generasi mendatang
yang di abaikan dan biaya penyesuaian yang terlalu mahal. Untuk mengatasi
kegagalan pasar sehingga memenuhi kebutuhan barang publik, maka di bentuklah
pemerintahan sehingga tugas utama pemerintah adalah mengatasi kegagalan pasar
serta memenuhi kebutuhan barang publik.
Masalah lain dalam kehidupan adalah
masalah keadilan atau pemerataan, yaitu keadilan atas kesempatan dan keadilan
atas pendapatan. Keadilan atas kesempatan contohnya adalah untuk memperoleh
pendidikan, akses transportasi, air dan listrik. Keadilan atas pendapatan
contohnya upaya minimun regional.
D. PUBLIC
DEMAND
Dalam proses perdagangan dalam hal ini
pasar, pasti ada permintaan harga dan kuantitas misalnya yang saling
mempengaruhi satu sama lain.
Permintaan adalah sejumlah barang yang
akan di beli atau diminta pada tingkat harga tertentu atau pada waktu tertentu.
Masyarakat
selaku konsumen harus membeli barang atau jasa keperluannya di pasar. Adanya
berbagai macam harga di pasar selanjutnya mengandaikan adanya kondisi yang
mempengaruhi. Permintaan dalam pasar bisa berupa harga, jasa, selera, dan
pendapatan. Dalam kondisi ini harga di katakan sebagai faktor yang dominan
dalam demand, sedangkan yang lainnya dianggap tidak berubah.
Demand atau permintaan di dasari oleh
kenyataan bahwa orang harus memenuhi kebutuhannya sebatas anggaran atau
pendapatan tertentu. Kemudian muncul masalah, mengapa manusia harus memenuhi
berbagai kebutuhan, sementara anggarannya terbatas ? alasannya karena setiap
benda pemenuhan kebutuhan mempunyai kegunaan (utilitas) nya masing-masing
sehingga orang akan berupaya memenuhi kebutuhan dengan menyamakan pertambahan
(utilitas marginal) benda pemuas kebutuhan yang di konsumsinya.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi Demand dalam pasar :
1. Selera
konsumen
2. Ketersediaan
dan harga barang sejenis pengganti dan pelengkap
3. Pendapatan
dan penghasilan konsumen
4. Perkiraan
harga di masa depan
5. Intensitas
kebutuhan konsumen.
Salah satu public demand dalam
pasar juga adalah mengenai barang publik. Banyak ekonom yang membuat definisi
yang lebih spesifik dan tekhnis pada istilah barang publik. Tujuan definisi
tersebut adalah untuk membedakan antar barang yang secara alami merupakan barang
publik dengan barang yang cocok untuk pasar komersial. Barang publik juga bisa
diartikan sebagai barang yang tidak ekskluadabel, artinya siapa saja tidak bisa
mencegah untuk memanfaatkan barang ini, dan konsumsi seseorang atas barang ini
tidak mengurangi peluang orang lain melakukan hal yang sama. Contoh dari
baarang publik adalah pertahanan negara aman karena mampu melawan setiap
serangan dari negara lain, maka siapa saja di negara itu tidak bisa di cegah
untuk menikmati rasa aman, peluang bagi orang lain untuk turut menikmati
keamanan sama sekali tidak berkurang.
E. POLICY
FORMULATION
Formulasi kebijakan pemerintah dalam
pasar merupakan rancangan pemerintah dalam mencapai tujuan untuk meningkatkan
taraf hidup atau tingkat kesejahteraan masyarakat.
Adapun
beberapa formulasi kebijakan yang di keluarkan pemerintah :
1. Penetapan
harga minimun, penetapan ini di lakukan oleh pemerintah untuk melindungi
produsen, terutama untuk produk dasar pertanian. Misalnya harga gabah kering
terhadap harga pasar yang terlalu rendah.
2. Penetapan
harga maksimum, penetapan ini di lakukan oleh pemerintah untuk melindungi
konsumen. Kebijakan ini juga di lakukan oleh pemerintah jika harga pasar
dianggap terlalu tinggi di luar batas daya beli masyarakat. Contohnya penetapan
harga maksimum di indonesia antara lain harga obat-obatan di apotek, harga BBM,
dan tarif angkutan atau transportasi.
Adapun proses penetapan
harga maksimum dapat dilihat lebih lanjut seperti, penetapan pajak di lakukan
oleh pemerintah dengan cara mengenakan pajak yang berbeda-beda untuk berbagai
komoditas. Misalnya untuk melindungi produsen dalam negeri, pemerintah dapat
mengingkatkan tarif pajak yang tinggi untuk barang impor.
3. Kebijakan
ekonomi meso, adalah kebijakan ekonomi yang khusus di tujukan pada wilayah tertentu
atau pada sektor-sektor tertentu.
4. Menanggulangi
kegagalan pasar, sehingga tidak ada eksternalitas yang merugikan banyak pihak.
Masalah-masalah
yang di hadapi pemerintah dalam formulasi kebijakan pasar :
1. Kemiskinan
Kemiskinan merupakan
suatu keadaan ketidakmampuan yang bersifat ekonomi , jadi dimana seseorang
tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok karena pendapatannya yang rendah.
Kemiskinan terjadi karena beberapa faktor, yaitu rendahnya pendapatan yang
menyebabkan rendahnya daya beli, dan juga rendahnya pendidikan masyarakat
sehingga masyarakat tidak mendapatkan hidup yang layak.
2. Masalah
keterbelakangan
Keterbelakangan
merupakan suatu keadaan yang kurang baik jika di bandingkan dengan keadaan
lingkungan lainnya. Keterbelakangan dalam hal ini adalah ketertinggalan dengan
negara lain dilihat dari berbagai aspek serta bidang. Misalnya ketertinggalan
dalam ilmu pengetahuan dan tekhnologi, rendahnya tingkat kemajuan dan fasilitas
umum, rendahnya tingkat disiplin masyarakat, rendahnya tingkat keterampilan penduduk,
rendahnya tingkat pendidikan formal, kurangnya modal dan rendahnya
produktivitas tenaga kerja, serta lemahnya tingkat manajemen usaha.
3. Masalah
pemerataan pendapatan
Pemerataan pendapatan
bukan berarti pendapatan masyarakat harus sama. Pemerataan pendapat supaya
keadaan masyarakat supaya semakin membaik, bukan semakin merendah. Pemerataan
ini merupakan upaya untuk membantu masyarakat yang ekonominya rendah supaya
tidak jauh terperosok.
F. POLICY
DECISON
Keputusan pemerintah terkait pasar,
dalam hal ini pasar tradisonal diatur dalam Perpres nomor 112 tahun 2007. Namun
perpres tersebut memilki sejumlah kelemahan yang menyebabkan pasar berjalan
tidak seimbang. Secara umum, terdapat empat persoalan hukum terkait pasar
tradisional.
Pertama, persoalan materi hukum yang
belum lengkap dan tidak meihak kepada pasar tradisional seperti pengaturan
konkret (terutama masalah zonasi) dalam perpres tersebut di delegasikan ke
pemerintah daerah. Perpres tidak membuat adanya daya ikat terhadap stakeholder.
Perpres lebih banyak membicarakan pasar modern, bukan pasar tradisional. Dan
perpres masih memperbolehkan minimarket berdiri di pemukiman penduduk secara
liberal.
Kedua, penegakan hukum yang tidak
berpihak kepada pasar tradisional, data menunjukkan sebagian besar retail modern
tidak memiliki izin lengkap.
Ketiga, penguatan dan pemberdayaan pasar
tradisional yang setengah hati. Pemerintah memang melakukan revitalisasi
terhadap pasar tradisional dengan menggelontorkan sejumlah anggaran untuk
memperbaiki infrastruktur dan seterusnya. Namun proyek peremajaan pasar di
lakukan tanpa melihat kondisi lokasi pasar dan hal yang mempengaruhinya,
sehingga banyak peremajaan pasar di lakukan tapi tidak di huni pedagang, di
sebabkan tempat dan letak yang tidak strategis. Setelah peremajaan di bangun,
pemerintah menetapkan tarif sewa bangunan yang tidak realistis dan terkesan
mencekik.
Keempat, pemberian mandat yang besar
kepada pemerintah daerah untuk melakukan pengeloaan pasar. Besarnya mandat yang
di berikan kepada pemda membuat pemda dapat membuat kebijakan pasar sesukanya.
Pemberian mandat yang besar kepada daerah dapat menjadikan persaingan pasar
kondusif jika pemda memilih kebijakan yang membela pasar tradisional dengan
melakukan pengaturan seimbang antara pasar modern dan tradisional. Namun,
pemberian mandat kepada pemda menjadi “malapetaka” saat pemerintah daerah
melakukan liberalisasi pasar dengan alasan “kejar setoran” untuk memenuhi
target pendapatan asli daerah dan alasan lain
.
G. POLICY
IMPLEMENTATION
Dalam praktiknya, implementasi kebijakan
merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan
politis dengan adanya intervensi berbagai kepentingan.
Berdasarkan
keputusan keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia
No. 420/MPP/Kep/10/1997, pasar adalah tempat bertemunya pihak penjual dan pihak
pembeli untuk melaksanakan transaksi dimana proses jual beli terbentuk.
Pasar tradisional adalah pasar yang di
bangun dan di kelola oleh pemerintah, koperasi, atau swadaya masyarakat dengan
tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda, yang dimiliki dan di kelola oleh
pedagang kecil dan menengah, dan koperasi dengan usaha kecil dan modal kecil
melalui proses jual beli dan tawar menawar. Pada zaman seperti sekarang ini,
semakin banyak saja pasar tradisional yang siap mendepak pasar tradisional,
bahkan sampai di desa-desa, hal ini mengakibatkan pasar tradisonal termasuk
warung-warung kecil semakin tersingkirkan.
Kondisi ini tidak di tanggapi serius
oleh pemerintah, maka dapat di perkirakan bahwaakan terjadi ketidakseimbangan
antara pasar tradisional dan pasar modern yang akan berimplikasi pada pedagang
di pasar tradisional yang mayoritas adalah kalangan masyarakat bawah. Selain
itu juga perlu tindakan nyata dari pedagang dalam memperbaiki kelemahan tersebut
dan bekerjasama dengan pemerintah dalam melaksanakan program pemerintah
mengenai peraturan pasar tradisional. Aspek-aspek yang kiranya perlu di
perhatikan pemerintah terhadap keberadaan pasar tradisional yaitu membatasi
waktu operasi pasar modern, hal ini di lakukan sebagai pembatasan para konsumen
dan sebagai proteksi pada pasar tradisional agar pasar tradisional dapat terus
berjalan, sedangkan pasar tradisional tidak ada waktu batasan jam operasional.
Hal ini di harapkan agar pasar tradisional bisa lebih maksimal untuk
menjalankan kegiatan pasar dengan waktu yang lebih panjang dan keuntungan yang
di dapat pedagang pasar tradisional juga di harapkan lebih maksimal.
Pemerintah hendaknya juga membangun
pasar tradisonal menjadi lebih baik, karena pasar tradisional sekarang sangat
identik dengan bau, jorok, kotor, dan sangat kurang di minati oleh masyarakat
golongan menengah keatas. Pemerintah juga harus sadar bahwa pengambilan
kebijakan harus memihak pedagang pasar tradisional dengan cara mengedepankan
pembangunan pasar-pasar tradsional yang lebih baik, sehingga dapat kembali
menarik minat masyarakat untuk berbelanja di pasar tradisional. Sebenarnya
semua konsep tersebut tertuang dalam peraturan presiden no 112 tahun 2007
tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, serta
toko modern. Inti dari peraturan presiden ini adalah mengatur masalah zonasi,
bagaimana perlindungan terhadap pasar tradisonal, dan ekspansi serta bagaimana
supaya pengaturan lokasi pasar tradisonal dan ritel modern bisa menjadi lebih
baik. Arah kebijakan ini untuk memberdayakan pasar tradisional agar dapat
tumbuh dan berkembang secara serasi, saling memperkuat, saling memerlukan, dan
saling memerlukan. Selain itu juga dapat memberikan pedoman bagi
penyelenggaraan pasar tradisonal, pusat perbelanjaan, dan toko modern,
memberikan norma-norma keadilan, saling menguntungkan, dan tanpa tekanan dalam
hubungan antara pemasok barang dengan toko modern. Pengaturan presiden ini juga
mengatur tentang pemberian bantuan dana pada kredit mikro dan perbaikan
bangunan pasar tradisional.
H. POLICY
EVALUATION
Kekuatan pertumbuhan ekonomi bangsa
Indonesia terletak pada sektor perdagangan tradisonal yang secara nyata menjadi
penyokong pertumbuhan ekonomi. Pasar modern tidak di larang untuk berkembang,
tapi pemerintah memiliki kewenangan untuk mengatur jumlah dan letak dari ritel
modern tersebut agar tidak mematikan pasar tradisonal dan toko-toko klontong
yang di kelola secara tradisional yang menyerap banyak tenaga kerja. Apabila
ritel tradisional di berikan secara bebas, maka kondisi berdampak langsung
terhadap matinya pasar tradisional dan usaha ritel tradisional.
I. FEEDBACK
Dari
ilustrasi (fakta dan data) yang di kemukakan, banyak hal yang sebenarnya
membuat pasar tradisional mulai kehiangan tempat di Indonesia, khususnya di
kota-kota besar. Perilaku konsumen semakin demanding karena konsumen kian
memahami haknya, sedangkan di sisi lain mereka hanya memilki waktu dan
kesempatan yang semakin terbatas untuk berbelanja. Perubahan perilaku konsumen
yang cenderung demanding menyebabkan mereka beralih ke pasar modern.
Pasar-pasar modern di kemas dalam tata ruang yang apik, terang, lapak, dan
sejuk. Pengalaman berbelanja tidak lagi di suguhi dengan suasana yang kotor,
panas, sumpek, dan becek. Konsumen kian senang menjadi raja yang di manja.
Terkait peraturan pemerintah terhadap pasar modern, seseorang berkomentar,
“sebagian yang lain justru membuat peraturan yang menguntungkan pasar modern”.
Persoalan yang menyelimuti pasar tradisional juga berpangkal pada sejumlah
kesalahan fundamental dalam memahami pasar tradisional sehingga kebijakan yang
diambil pun salah (Mansuri 22/12).
Pedagang
pasar belum di tempatkan sebagai warga negara yang mempunyai hak konstitusional
untuk mendapatkan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan. Padahal hak
konstitusional itu sekaligus merupakan kewajiban konstitusional negara untuk
memberikannya kepada pedagang sebagai warga negara.
“sampai
sekarang ini persoalan hak atas tempat usaha tidak mendapatkan perlindungan
yang pasti, pedagang memang di beri hak, tetapi selain statusnya berbeda-beda,
rentan untuk di cabut sesuai kebijakan di masing-masing pasar”. Kata sseseorang
lagi.
Pedagang
pasar di persepsi sebatas “angka”, bukan sebagai “faktor produksi”, tempat
usaha di persepsi semata “fisik” bukan “alat produksi”. Dengan persepsi semacam
ini, maka pengelola tidak peduli apakah pedagangnya maju atau tidak, tempat
usahanya layak atau tidak.
Pedagang
pasar juga selalu di jadikan “kambing hitam” jika pasar terkesan kumuh dan
kurang nyaman. Menurut Abdullah, pengelola sendiri yang membuat kekumuhan itu
terjadi, banyak ruang kosong di perjualbelikan, banyak pedagang baru di beri
izin berjualan sehingga mengubah akses keluar-masuk menjadi usaha.
Kemudian,
organisasi pedagang pasar dianggap musuh oleh pengelola pasar. Pedagang
hanyalah objek, bukan mitra apalagi subjek.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pasar
adalah salah satu dari berbagai sistem, instuisi, prosedur, hubungan sosial dan
infrastruktur dimana usaha menjual barang, jasa dan tenaga kerja untuk
orang-orang dengan imbalan uang. Barang dan jasa yang di jual menggunakan alat
pembayaran yang sah seperti uang.
Dalam
ilmu ekonomi mainstream, konsep pasar adalah setiap struktur yang memungkinkan
pembeli dan penjual untuk menukar jenis barang, jasa dan informasi.
Kekuatan pertumbuhan ekonomi bangsa
Indonesia terletak pada sektor perdagangan tradisonal yang secara nyata menjadi
penyokong pertumbuhan ekonomi. Pasar modern tidak di larang untuk berkembang,
tapi pemerintah memiliki kewenangan untuk mengatur jumlah dan letak dari ritel
modern tersebut agar tidak mematikan pasar tradisonal dan toko-toko klontong
yang di kelola secara tradisional yang menyerap banyak tenaga kerja. Apabila
ritel tradisional di berikan secara bebas, maka kondisi berdampak langsung
terhadap matinya pasar tradisional dan usaha ritel tradisional.
B. REFLEKSI
TEORITIS
Seperti
kita ketahui bersama, bahwa kekuatan ekonomi di negara Indonesia terletak pada
peran serta pedagang di pasar, hendaknya pemerintah setelah mengetahui kasus
ini lebih meningkatkan kesejahteraan para pedangan ataupun konsumen, terutama
di pasar tradisional, bukan malah meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang
sudah tergolong sejahtera. Pemerintah harusnya mengeluarkan kebijakan yang bisa
menjadikan pasar tradisonal seimbang dengan pasar modern, juga membatasi
pembangunan pasar modern tersebut yang kian mendominasi perekonomian
masyarakat. Dengan adanya kajian yang sempat di paparkan diatas, kiranya ada
tindakan nyata dari pembaca lalu menyaluran aspirasi ke lembaga pemerintahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar